"Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation)," tuturnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat, 3 November 2023.
Adapun Ketua KSSK sekaligus Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menilai bahwa depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 2,34 persen (year-to-date/ytd) saat ini relatif lebih baik dibandingkan depresiasi yang dialami oleh mata uang negara lain.
Peningkatan indeks dolar atau DXY memberikan tekanan terhadap mata uang utama seperti Yen Jepang dan Dolar Australia yang masing-masing tercatat melemah 12,61 persen dan 6,27 persen ytd.
"Yen Jepang dan Dolar Australia yang melemah masing-masing 12,61 persen dan 6,72 persen ytd, serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia dan Baht Thailand masing-masing 7,82 persen dan 4,39 persen ytd," kata Sri Mulyani .
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan ke depan, langkah stabilisasi nilai tukar rupiah akan terus diperkuat sejalan dengan nilai fundamentalnya.
Pemerintah juga akan meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan, menarik aliran portfolio asing, serta memperluas rangka implementasi Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Hal itu sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.
"Penguatan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan makro baik dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan maupun untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
MOH KHORY ALFARIZI | ANTARA
Pilihan Editor: Sri Mulyani Was-was RI Kena Rambatan Melambatnya Pertumbuhan Ekonomi Global