Sementara Senator Hawaii Amerika Serikat Chris Lee menyadari dampak krisis iklim terhadap pulaunya. Sehingga pemerintah Hawaii pada 2015 menargetkan untuk mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2045.
Perusahaan yang menjalankan bisnis utilitas di Hawaii saat ini segera melakukan analisis mendalam dan menemukan 100 persen energi terbarukan mampu tercapai lebih cepat yakni pada 2040. “Itu menghemat biaya yang lebih besar, di antaranya dengan memangkas biaya impor bahan bakar migas,” ucap Chris Lee.
Menurut Chris Lee, masing-masing pulau di Hawaii mempunyai berbagai potensi energi terbarukan. Namun satu hal yang mirip adalah setiap pulau memiliki potensi besar energi surya serta dapat mengandalkan baterai untuk memasok listrik saat panel surya tidak menghasilkan energi ketika malam hari.
“Kami tidak membangun pembangkit listrik yang baru namun mengandalkan desentralisasi listrik yang lebih tangguh dan relatif lebih hemat biaya,” kata Chris Lee.
Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi masyarakat umum maupun pengembang proyek energi terbarukan melalui paket kredit dan potongan harga. Chris Lee menilai kesadaran perusahaan utilitas untuk beralih ke energi terbarukan telah mengubah model bisnis mereka.
“Dari yang semula ditentukan dari pembangunan pembangkit baru menjadi penilaian kinerja mereka dalam memberikan pelayanan,” tutur dia.
Sedangkan David Ellis, Presiden Direktur PT Solar Power Indonesia mengatakan berkaca dari pengalamannya di Pulau Christmas, Australia. Menurut dia, untuk beralih ke energi terbarukan, terutama energi surya, skema jaringan ketenagalistrikan yang memungkinkan pelanggan untuk memasang PLTS-nya sendiri menjadi hal yang krusial.
“Indonesia pun dapat melakukan hal serupa dengan proyek jaringan kecil (microgrids),” kata David Ellis.
Pilihan Editor: Peneliti: Energi Surya Jadi Raja Baru Energi Dunia, Indonesia Masih Lambat