Menurut Fabby, instrumen pembiayaan, seperti pinjaman lunak, pinjaman komersial, ekuitas, dana jaminan, hibah dan instrumen lainnya, harus dikaji secara cermat. Tujuannya agar tidak terjadi ‘jebakan utang’ di masa depan.
“Pemerintah harus terus mengadvokasi permintaan hibah dan pinjaman lunak yang lebih besar. Untuk mencapai target yang disepakati tanpa menambah beban bagi negara penerima,” kata Fabby.
Senada dengan Fabby, Direktur Regional Ford Foundation di Indonesia Alexander Irwan mengatakan penerapan JETP harus memenuhi prinsip dasar unsur keadilan. Dia menjelaksan elemen keadilan sosial harus dimasukkan dalam diskusi dan rencana transisi.
Konsep keadilan, kata Alex, juga harus menjadi pusat perhatian, memastikan transisi yang adil bersifat inklusif bagi semua kelompok atau komunitas. “Khususnya pekerja, anak-anak, perempuan, dan komunitas lokal yang sangat bergantung pada rantai pasokan bahan bakar fosil,” ucap Alex.
Sementara Kepala Sekretariat JETP Indonesia Edo Mahendra menjelaskan komponen pendanaan tertinggi masih berasal dari pinjaman komersial dan investasi dengan tingkat bunga non-konsesi. Hal itu disampaikan dalam diskusi panel bertajuk 'Safeguarding the “Just” in Just Energy Transition Partnerships (JETP) and Other Emerging Climate Finance Models' pada acara Climate Week 18 September 2023 lalu di New York, Amerika Serikat.
“Oleh karena itu, penting untuk membangun kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah, organisasi filantropi, dan sektor swasta,” kata Edo.
Pilihan Editor: Tiket dan Rute Bandara Kertajati, 29 Oktober 2023 Bandara Husein Sastranegara Pindah ke Bandara di Majalengka