TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Bank Dunia untuk Asia Tenggara Wempi Saputra mengatakan bahwa terdapat kesenjangan dana yang signifikan untuk aksi iklim, terutama pembiayaan transisi ekonomi hijau di negara-negara berkembang.
"Aliran dana tahunan untuk pendanaan aksi iklim kepada negara-negara berkembang, utamanya untuk negara berpendapatan rendah dan menengah, kurang dari 425 miliar dolar AS,” kata Wempi dalam webinar “Financing the Green Transition of Developing Country” di Jakarta, Rabu 6 September 2023.
Kebutuhan aliran dana tersebut, lanjut Wempi, setidaknya akan meningkat sebesar empat kali lipat pada 2030.
Meskipun memiliki manfaat jangka panjang, transisi hijau atau dalam konteks yang lebih luas, yaitu transisi iklim, akan menghabiskan biaya triliunan untuk investasi lingkungan hidup pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Ia mengatakan negara-negara tersebut diperkirakan memerlukan dana antara 1,7 triliun dolar AS hingga 3,4 triliun dolar AS dalam pendanaan iklim.
Langkah itu menurut dia agar transisi iklim juga bisa berdampak pada masyarakat miskin, khususnya yang ada di negara berkembang. Menurut dia, perencanaan membutuhkan identifikasi program dan proyek yang berpengaruh, peraturan publik yang cukup, dan meningkatkan pendanaan dari berbagai sumber secara signifikan.
Tantangan utama transisi ekonomi hijau