TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia bakal merugi jika perusahaan China Xinyi Group batal investasi di Pulau Rempang, Batam. Potensi ketekorannya tembus Rp300 triliun lebih. Kerugian itu mencakup pendapatan pemerintah maupun perekonomian masyarakat.
"Ini investasinya total Rp300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang," ujar Bahlil melalui keterangan resmi, pada Senin, 18 September 2023.
Pada Juli lalu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana investasi Xinyi Grup di Kawasan Rempang Eco City yang terletak di Batam, Kepulauan Riau. Sebelumnya, Bahlil pun telah mengunjungi kantor perusahaan tersebut di Wuhu Cina.
"Saya lihat Xinyi adalah salah satu pemain yang terbesar di dunia yang insyaallah akan melakukan investasi di Indonesia, di Rempang," ucap Bahlil pada 18 Juli 2023.
Profil Xinyi Group
Xinyi Group merupakan perusahaan multinasional berbasis di Hong Kong, Cina. Didirikan oleh Yin Yee Lee pada November 1988. Beroperasi di seluruh dunia melalui segmen bisnis kaca apung, kaca mobil, dan kaca arsitektur. Kaca buatan Xinyi Group acap ditemui di sektor otomotif, konstruksi, dan energi. Maklum, perusahaan ini memang dikenal sebagai salah satu produsen kaca terbesar.
Selain malang melintang di bisnis kaca, Xinyi Group juga berfokus pada lini energi terbarukan. Beberapa di antaranya Xinyi Group memiliki lahan solar farm, silikon industri, polisilikon, film surya, industrial ES, civil ES, juga tenaga surya atap. Saat ini Xinyi Group memiliki 13 Taman Industri dan 22 ribu karyawan global, yang dilengkapi dengan sarana serta prasarana termutakhir.
Beberapa perusahaan yang bergerak di bawah naungan Xinyi Group yaitu Xinyi Glass, Xinyi Solar, Xinyi Energi, dan Xinyi Electric Storage. Total aset yang dimiliki grup perusahaan ini adalah US$ 15,3 miliar dengan total nilai pasar sebesar US$ 30 miliar. Untuk berinvestasi di Pulau Rempang, Batam, perusahaan raksasa ini disebut menggelontorkan rupiah hingga mencapai Rp 381 triliun hingga 2080.
Investasi dan Konflik Rempang
Rencana investasi Xinyi Group ini sebelumnya diungkapkan Bahlil Lahadalia. Bahkan Bahlil pun telah mengunjungi kantor perusahaan ini di Wuhu, Cina. Namun di tengah rencana tersebut, Rempang justru memanas. Hal itu dipicu konflik agraria yang mewarnai pembebasan lahan untuk Proyek Strategis Nasional bertajuk Rempang Eco City ini.
Warga setempat tak mau digusur dari tempat tinggal mereka. Bahkan pada 7 September 2023, terjadi bentrok antara warga dan aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, dan Badan Pengusaha atau BP Batam. Kisruh itu dipicu aparat yang memaksa masuk ke kampung adat Rempang untuk pemasangan patok proyek.
Kendati pecah konflik, Bahlil menilai rencana investasi di Rempang harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat. Menurutnya, investasi ini diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Bahlil mengatakan penanaman modal asing global terbesar saat ini ada di negara tetangga. Untuk itu Indonesia sedang bersaing menarik investor asing masuk ke dalam negeri.
“Ini kami ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau kita menunggunya terlalu lama, emang dia (Xinyi Group) mau tunggu kita. Kita butuh mereka tapi juga kita harus hargai yang di dalam,” kata Bahlil.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | RIRI RAHAYU I ANDIKA DWI
Pilihan Editor: Bahlil Soal Investasi di Rempang Eco City: Bukan Seperti menanam Buah, Kita Berkompetisi