“Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang Undang Hak Cipta di negara tersebut,” kata Min Usihen.
Selanjutnya, Min Usihen menerangkan jika pencipta atau pemegang hak ciptanya sudah meninggal, maka ahli waris sebagai pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta miliknya. Namun jika terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR).
Adapun, ADR adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. DJKI sebagai focal point kekayaan intelektual Indonesia dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut.
Min Usihen juga mengajak seluruh masyarakat dunia yang saling terhubung melalui internet untuk memahami pentingnya pelindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain. Dengan begitu, bisa terbangun ekosistem kekayaan intelektual yang lebih adil, kreatif, dan berkelanjutan.
Di Indonesia pelindungan hak cipta atas karya cipta lagu berlaku selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta).
Pencatatan hak cipta di Indonesia tidak diwajibkan, akan tetapi para pencipta didorong untuk mencatatkannya di DJKI sebagai bagian dari upaya defensif apabila suatu ketika terjadi klaim dari pihak lain yang merugikan pencipta atau pemegang hak cipta.
Pilihan Editor: Viral Lagu Halo-halo Bandung Karya Ismail Marzuki Dijiplak Menjadi Helo Kuala Lumpur