TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi pernyataan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah yang menyoroti tentang kenaikan aset negara yang lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kewajiban pemerintah atau utang pada 2022.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan aset negara dalam neraca tidak akan secepat yang lainnya.
“Aset di dalam neraca kita tidak akan mungkin larinya secepat yang lainnya. Ini karena belanja negara kita,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut, ia memaparkan, sepertiga dari belanja negara disalurkan ke daerah. Oleh sebab itu, belanjanya tidak terbukukan dalam bentuk perubahan aset di pemerintah pusat.
Kemudian, belanja negara dalam bentuk pembentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) seperti pendidikan dan kesehatan, mayoritas tidak menghasilkan kenaikan aset dalam neraca.
"Kualitas SDM dalam bentuk stunting, kemiskinan atau pendidikan yang hanya SD, namun kita tingkatkan dengan memberikan skill vokasi, itu tidak akan menambah nilai neraca aset kita," jelasnya.
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dengan anggaran belanja yang dikeluarkan tersebut, justru memberi dampak baik bagi perekonomian serta masyarakat. Selain itu, kondisi dari sisi human capital atau aset modal juga kualitasnya membaik.
Menurutnya, inilah yang menyebabkan bahwa dalam membaca neraca negara tidak sama dengan membaca neraca perusahaan.
Sri Mulyani mencatat, aset meningkat dari Rp 11.454,6 triliun pada 2021 menjadi Rp 12.325,5 triliun pada 2022. Sedangkan kewajiban pemerintah atau utang naik menjadi Rp 8.920,6 triliun dari Rp7.538,6 triliun pada 2021.
Sebelumnya, Said Abdullah menyoal rasio utang terhadap aset masih tinggi meski sudah dibantu revaluasi sejak 2018.
Said mencatat, rasio utang pemerintah terhadap aset pada 2019 mencapai 45,65 persen. Jumlah ini naik menjadi 54,73 persen pada 2020 dan pada 2021 menjadi 60,3 persen, serta pada 2022 menjadi 62,7 persen.
“Rasio ini makin besar jika ditimbang dengan total kewajiban," kata Said dalam rapat kerja bersama pemerintah pada Selasa, 29 Agustus 2023.
Sehingga, kata Said, hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah lantaran pada saat yang sama aset akan menjadi last resort di saat pemerintah berisiko untuk menerbitkan utang untuk membayar utang lama.
Pilihan Editor: Seruan Jokowi: Urusan Politik Jangan Sampai Ganggu Stabilitas Ekonomi