TEMPO.CO, Jakarta - Tiga bank badan usaha milik negara (BUMN) disebut mendanai proyek smelter aluminium sekaligus pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU milik perusahaan tambang terkemuka PT Adaro Energy Indonesia Tbk. Ekonom dari Celios Bhima Yudhistira menilai ada kontadiksi apalagi pemerintah berkomitmen menutup PLTU batu bara.
"Pemerintah punya komitmen untuk menutup PLTU batu bara, salah satunya dalam skema JETP (Just Energy Transition Partnership)," kata Bhima dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juli 2023. "Tangan bisnis negara itu adalah BUMN, salah satunya adalah bank BUMN."
Sebagai informasi Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Perpres Nomor 112 Tahun 2022. Beleid itu mengatur PLTU harus segera dilakukan pensiun dini.
Namun, pengembangan PLTU baru tidak dilarang, salah satunya untuk pembangkit listrik yang terintegrasi dengan industri. Adapun PLTU baru milik Adaro terintegrasi dengan smelter aluminium perseroan itu dan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara.
Lebih lanjut, Bhima menilai, begitu pemerintah mempunyai komitmen net zero, segera dilakukan phaseout PLTU batu bara. Tapi pendanaan perbankan, kata dia, khususnya BUMN di sektor PLTU juga di sektor hulu pertambangan itu tetap tinggi.
"Sampai 2 Maret 2023, penyaluran pinjaman (perbankan) dalam bentuk modal kerja di sektor pertambangan itu angkanya sekitar Rp 200 triliun. Oktober 2022 adalah kenaikan yang paling tinggi untuk penyaluran kredit di sektor pertambangan karena tumbuhnya hampir 100 persen," papar Bhima.
Jadi, kata Bhima, ada kontradiksi. Dia menuturkan, Indonesia memiliki komitmen JETP yang berfokus pada pemensiunan dini PLTU batu bara, komitmen transisi energi, tapi ada juga PLTU baru.
"Nanti akan ada alasan ya ini untuk hilirisasi. Jadi ini ada semacam kontradiksi-kontradiksi yang terjadi," beber Bhima.
Selanjutnya: Sementara itu, penelitian pegiat lingkungan Market Forces....