TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan nilai tindak pidana pencucian uang atau TPPU terkait kejahatan lingkungan di Indonesia mencapai lebih dari Rp 20 triliun.
Direktur Analis dan Pemeriksaan PPATK Beren Rukur Ginting mengatakan angka tersebut berasal dari analisis PPATK sejak 2022 hingga Mei 2023 yang jumlahnya sebanyak 53 laporan.
"Laporan ini garis besar isinya terkait dengan perizinan, pertambangan tanpa izin, penguasaan lahan secara melawan hukum, juga penambangan ilegal," tuturnya di Hotel Santika Bogor, Selasa, 27 Juni 2023.
Ia mencontohkan salah satu kasus kejahatan lingkungan berupa penggunaan lahan ilegal. Pelaku diduga melakukan pemalsuan dokumen dan perizinan. Modusnya dengan menggunakan izin usaha milik perusahaan lain.
Dari 53 laporan yang dianalisis, Beren menyebutkan ada sebanyak 34 laporan hasil analisis dan pemeriksaan pada 2022. Kemudian ada 19 laporan hasil analisis dan pemeriksaan dalam periode awal tahun ini hingga 31 Mei 2023.
Laporan yang dianalisis PPATK itu, kata Beren, paling banyak berasal dari tindak pidana di bidang perdagangan ilegal tanaman dan satwa liar. Jumlah laporan yang dianalisis PPATK di bidang tersebut adalah 11 pada 2022, dan 5 laporan pada 2023.
Di posisi kedua adalah tindak pidana di bidang pertambangan yang jumlahnya sebanyak 11 laporan. Kemudian tidak pidana di bidang kehutanan sebanyak 9 laporan, bidang lingkungan sebanyak 7 laporan, bidang perpajakan 6 laporan, dan kelautan dan perikanan 4 laporan.
Kendati demikian, ia mengatakan nilai Rp 20 triliun ini masih harus dianalisis lebih lanjut. Analisis yang dimaksud bertujuan untuk memastikan suatu transaksi terindikasi pidana atau tidak. "Dengan demikian, mau enggak mau harus kami ungkap transaksinya," ucap Beren.
Pilihan editor: PPATK Sebut Dana Korupsi BTS Kominfo ke Mengalir ke Banyak Money Changer