TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menggandeng Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenkopolhukam dalam penyelesaian utang pemerintah terkait selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, mengatakan kemarin pihaknya melakukan rapat di Kemenkopolhukam. Namun, dirinya belum bisa hadir karena masih di luar kota sehingga agak ketinggalan.
"Sore ini sebenarnya saya akan ke Kemenkopolhukam terkait dengan data kemarin," ujar Isy saat ditemui usai rapat bersama Komisi VI DPR RI di Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta, Rabu, 21 Juni 2023. "Jadi akan minta hasil rapat yang kemarin seperti apa."
Dia menjelaskan pembicaraan dengan Kemenkopolhukam untuk mencari solusi atas permasalahan rafaksi minyak goreng. Namun, dirinya harus tahu lebih dulu perihal hasil rapat kemarin yang juga mengundang kejaksaan dan pelaku usaha.
"Mudah-mudahan sore ini bisa ketemu. Mungkin belum dengan Pak Mahfud, tapi dengan level di bawahnya," tutur Isy.
Lebih jauh dia menjelaskan, pihaknya tengah meminta bantuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit nilai utang pemerintah dari selisih harga minyak goreng itu. Oleh sebab itu, Kemendag tengah menunggu hasil temuan BPKP.
Sebab, ada perbedaan angka tagihan rafaksi minyak goreng. Sebagai informasi, pihak produsen mengklaim utang yang harus dibayar ke pelaku usaha sebesar Rp 812 miliar.
Sedangkan hasil verifikasi surveyor independen, Sucofindo, sebesar Rp 472 miliar dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan tagihan ke pemerintah Rp 344 miliar. "Ya mudah-mudahan dengan BPKP melakukan audit semua, nanti menjadi jelas angkanya," tutur dia.
Sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, menegaskan pemerintah akan membayar utang subsidi harga minyak goreng kepada pengusaha.
Menurut dia, pemerintah akan membayar utang itu setelah mengetahui kejelasan tentang angka yang harus dibayarkan ke pengusaha melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Sebab, ada perbedaan angka yang diklaim oleh pengusaha dengan hasil verifikasi dari PT Sucofindo. Oleh sebab itu, Kemendag meminta BPKP untuk melakukan audit pembayaran utang rafaksi tersebut.
Lebih lanjut, dia menjelaskan pembayaran utang itu dilakukan sesuai dengan hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung yang sudah diterima Kemendag sebelumnya. "Kalau mau bayar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau putusan pengadilan," ujar dia saat ditemui di auditorium Kementerian Perdagangan pada Kamis, 15 Juni 2023.
AMELIA RAHIMA SARI | AMY HEPPY
Pilihan Editor: Kepala Bapanas Sebut Harga Pangan Relatif Baik Menjelang Idul Adha