TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah berjangka jeblok pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB, 21 Juni 2023. Penurunan harga komoditas ini terjadi di tengah kekhawatiran prospek permintaan minyak yang lebih lambat di Cina, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, dan kekecewaan dengan besarnya pemotongan suku bunga pinjamahttps://www.tempo.co/tag/harga-minyak-mentahn utama Cina.
Sebagai gambaran, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun US$ 1,28 atau 1,78 persen ke level US$ 70,5 per barel di New York Mercantile Exchange. Kontrak WTI yang lebih aktif untuk pengiriman Agustus, yang akan segera menjadi bulan depan AS, turun 1 persen menjadi US$ 71,93 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus anjlok US$ 0,71 atau sekitar 0,93 persen ke US$ 75,9 per barel di London ICE Futures Exchange.
"Minyak terkunci pada apa saja dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Cina. Minggu ini, pedagang energi melihat pelemahan minyak muncul karena upaya stimulus yang mengecewakan," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.
Adapun penurunan harga minyak di antaranya karena ada kekhawatiran baru atas permintaan pada Selasa lalu. Hal ini terjadi setelah harga minyak mencatat pertumbuhan substansial dalam dua sesi sebelumnya karena ekspektasi kebijakan stimulus dari Cina.
Tak hanya itu, Minyak WTI juga jeblok karena para pedagang bereaksi terhadap keputusan Cina untuk memangkas suku bunga jangka panjang. Hal tersebut disampaikan oleh analis pemasok informasi pasar FX Empire, Vladimir Zernov.
Ia menyebutkan pemotongan suku bunga pinjaman 5 tahun Cina dari 4,3 persen menjadi 4,2 persen sejalan dengan ekspektasi analis. Padahal, para pedagang ingin melihat pemangkasan suku bunga yang lebih agresif.
Adapun Kepala Investasi di UBS Global Wealth Management, Mark Haefele, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Cina akan terus membaik. Bahkan, negara tersebut mungkin memiliki beberapa stimulus yang akan membantu mengembalikan sisi permintaan pada paruh kedua tahun ini.
"Jika ekonomi global, selain Cina, terus bertahan lebih baik dari yang diperkirakan, itu juga akan mendukung permintaan hingga paruh kedua tahun ini," ujar Haefele kepada Xinhua.
ANTARA
Pilihan Editor: Harga Minyak Jatuh, Tertekan Prospek Kenaikan Suku Bunga The Fed