TEMPO.CO, Jakarta - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat atau dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin pagi ini lebih dipengaruhi faktor domestik, yaitu adanya capital inflow di pasar keuangan, terutama pada bursa saham,
"Pelaku pasar mengamati penurunan dolar secara keseluruhan seminggu ini setelah kebijakan suku bunga The Fed yang tidak naik. Tapi prospek suku bunga The Fed masih tinggi, diikuti oleh pernyataan The Fed yang hawkish tentang suku bunga," ujar Rully, Jakarta, Senin, 19 Juni 2023.
Lebih lanjut, Rully menyebut, meninjau dari faktor eksternal, ekspektasi inflasi AS yang menurun berdasarkan survei juga meningkatkan selera risiko pada emerging market. "Namun pernyataan pejabat The Fed yang hawkish dapat menahan penguatan rupiah ke depan," ucapnya.
Sementara menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, rupiah berpotensi melemah hari ini terhadap dolar AS mengikuti pelemahan yang terjadi pada mata uang regional lainnya dan pergerakan negatif indeks saham Asia pagi ini.
"Sikap bank sentral AS yang masih menginginkan kenaikan suku bunga acuan untuk menekan inflasi di AS menjadi faktor penekan rupiah dan nilai tukar regional lainnya terhadap dolar AS," ungkap Aris.
Selain itu, pasar juga mewaspadai pelambatan ekonomi yang terjadi di China dan Eropa. Hal ini dinilai mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan bisa menekan rupiah pagi ini.
"Rupiah berpotensi melemah ke area Rp 15 ribu per dolar AS dengan potensi support di Rp 14.900 per dolar AS hari ini," kata dia.
Pilihan Editor: Harga Emas Antam Senin pagi Stagnan di Rp 1,063 juta per Gram