TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung telah menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka kasus kelangkaan minyak goreng. Organisasi masyarakat sipil pun menuntut pertanggungjawaban korporasi tersebut dan mendesak pemerintah untuk membenahi tata kelola industri sawit di Tanah Air.
Desakan ini disampaikan oleh sejumlah organisasi, yaitu Satya Bumi, Sawit Watch, Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) Indonesia, Greenpeace, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis Indonesia (Huma) Indonesia, dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).
"Penyidikan kartel minyak goreng sudah seharusnya menuntut pertanggungjawaban korporasi yang diduga telah menimbulkan kerugian terhadap perekonomian negara hingga triliunan rupiah," tutur Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien dalam keterangan tertulis pada Minggu, 18 Juni 2023.
Karena itu ia mendesak agar dilakukan upaya penegakan hukum, perbaikan regulasi dan tata kelola, serta evaluasi menyeluruh industri sawit dari hulu hingga hilir. Tujuannya guna mencegah kejadian serupa terulang.
Adapun desakan menjerat korporasi dalam perkara minyak goreng ini telah lama disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil. Ia menjelaskan sengkarut perkara minyak goreng telah berdampak pada lonjakan harga minyak goreng dan kelangkaan stok yang menambah beban ekonomi rakyat.
Bahkan, tuturnya, perkara ini juga telah memaksa pemerintah mengeluarkan subsidi bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng dengan anggaran besar. Dia menilai kasus ini merupakan bukti bahwa hakim salah saat memutuskan untuk tidak menerima gugatan dengan nomor perkara 150/G/TF/2022/PTUN.JKT tentang sengketa minyak goreng.
"Sebab, terbukti negara melakukan kelalaian sehingga korporasi dapat menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 6,47 triliun," ucap Andi.
Ia menjelaskan kebijakan-kebijakan proteksionis dalam Sengkarut minyak goreng seperti larangan ekspor justru lebih merugikan konsumen dan produsen. Menurutnya, aksi-aksi yang bersifat otoriter seperti larangan ekspor juga menciptakan ladang basah perburuan rente dan korupsi bagi pejabat publik dan korporasi minyak sawit.