TEMPO.CO, Jakarta - Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menjelaskan soal kualitas investasi Cina di Indonesia. “Sebenarnya tak bisa dibilang buruk juga. Kualitas barang modal dan layanan dari Cina cukup kompetitif,” ujar dia saat dihubungi Tempo pada Kamis malam, 15 Juni 2023.
Hanya saja, dia memiliki beberapa catatan. Pertama, skema investasi dan pembiayaanya, cenderung lebih banyak menguntungkan Cina ketimbang negara destinasi investasinya.
Dia mencontohkan, pembiayaannya sebagian dari Cina. Tapi patner dalam negerinya juga meminjam kepada Cina atas pembiayaan milik dalam negeri, seperti proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), di mana dananya digunakan untuk impor teknologi dari Cina juga.
“Lalu sebagian tenaga kerjanya dari Cina. Terkadang sistem pembayarannya memakai sistem pembayaran mereka juga,” tutur Ronny.
Tragisnya, Ronny menyinggung kasus di Sulawesi, di mana penambang nikelnya mayoritas orang Indonesia, tapi industri pengolahan nikelnya mayoritas dikuasai investor Cina. Ini merupakan contoh di mana penambang dalam negeri menjual nikel mentah ke perusahaan Cina di Sulawesi.
Lalu, perusahaan Cina itu mengolah dan memberi nilai tambah untuk diekspor kembali ke Cina, sehingga sama sekali Indonesia tidak terlalu menikmati hilirisasi. Karena penambang menjual nikel mentah ke perusahaan smelter dengan harga domestik, yang di bawah harga global.
Selanjutnya: “Penikmat produk nikel setelah penambahan...."