Adapun risikonya bagi Indonesia, menurut Ronny, investasi itu tidak memiliki multiplayer effect yang besar, karena hampir semua barang modal diimpor dari Cina. Sementara barang modal yang diproduksi di dalam negeri tidak terpakai. Bahkan, dia mencontohkan, Krakatau Steel hampir bangkrut atau perusahaan semen kelebihan produksi, dan lainya.
Catatan keempat, investasi Cina juga mengutamakan sektor sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi di Cina. Menurut Ronny, hal itu terjadi di Afrika.
Kelima, investasi Cina di bidang infrastruktur, mulai dari tol sampai pelabuhan, secara terselubung digunakan untuk memangkas biaya transportasi. “Tapi utamanya biaya transportasi barang yang diimpor dari Cina, karena barang dalam negeri kalah saing,” kata Ronny.
Kritik proyek belt and road initiative Cina di berbagai negara
Lembaga studi Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkap policy paper mengenai proyek belt and road initiative Cina di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di mana di dalamnya terdapat kritik terhadap proyek tersebut di berbagai negara.
Peneliti Celios Yeta Purnama mengatakan di berbagai negara, khususnya negara berkembang, tujuan belt and road initiative biasanya tidak memiliki keahlian teknis. Menurut Yeta, negara dengan proyek belt and road initiative Cina juga tidak paham mengenai ketentuan kontraknya, termasuk kesinambungan mekanisme utang yang dibawa Cina. Selain itu, biasanya kesulitan menerapkan navigasi proses penyelesaian sengketa yang rumit dalam skema proyek.
“Ini karena belt and road initiative itu beroperasi di luar sistem moneter standar internasional,” kata Yeta.
Selanjutnya: Negara-negara berkembang hanya memiliki....