TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., Irfan Setiaputra, menganggap biasa permintaan Sekjen DPR atas 80 kursi kelas bisnis untuk penerbangan haji adalah hal yang lumrah. Irfan mengasumsikan permintaan itu sebagai update ketersediaan kursi bagi anggota DPR yang menjadi tim pengawas haji.
Irfan berujar permintaan itu bukan atas instruksi kedinasan. "Dan yang jelas, bukan gratisan. Pasti bayar," kata Irfan kepada Tempo, Rabu, 14 Juni 2023.
Sebelumnya, Irfan mengaku ditelepon Sekjen DPR RI dan dimintai 80 kursi kelas bisnis untuk penerbangan haji. Hal itu dia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI pada Selasa, 13 Juni 2023. Saat itu, Irfan juga mengatakan belum bisa menjanjikan 80 kursi itu lantaran masih terkendala izin penerbangan dari General Authority Civil Aviation (GACA) atau otoritas penerbangan Arab Saudi.
Irfan menjelaskan, dalam musim haji kali ini Garuda Indonesia melakukan kontrak dengan Kementerian Agama untuk menerbangkan 104 ribu calon jemaaah haji reguler. Namun, ada juga tambahan untuk 8 ribu calon jemaah lain.
Berdasarkan laporan terakhir, penerbangan haji terakhir dilaksanakan pada 22 Juni 2023. "Tapi tim kami sedang minta izin ke GACA untuk bisa terbang pada 23 Juni," ujar dia.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisaki, Trubus Rahadiansyah, menilai permintaan DPR untuk 80 kursi pesawat itu tidak semestinya dinormalisasi. Sebab, ada potensi penyalahgunaan wewenang. Terlebih, permintaan itu hanya disampaikan secara lisan dan tanpa prosedur resmi. "Seharusnya Garuda menolak," kata dia.
RIRI RAHAYU | JIHAN RISTIYANTI
Pilihan Editor: Tiket Pesawatnya Dianggap Mahal, Dirut Garuda Indonesia: Kami Ambil Market Premium