TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu memiliki mekanisme bagi perusahaan yang tidak patuh membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satunya dengan melakukan penghentian layanan perusahaan serta implementasi automatic blocking system (ABS) yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengelolaan PNBP.
Lalu, bagaimana alur kerja ABS itu sendiri?
Pertama, Instansi Pengelola PNBP akan memblokir Wajib Bayar yang tidak patuh melalui sistem informasi yang terhubung dengan Kemenkeu. “Kedua, Instansi Pengelola PNBP menginput data Wajib Bayar yang tidak patuh, untuk diblokir di SIMPONI (Sistem Informasi PNBP Online) dan/ atau perluasan blokir,” tertulis di laman resmi Kemenkeu dikutip Jumat, 9 Juni 2023.
Alur ketiga, Direktorat Jenderal Anggaran mengirim data blokir kepada instansi perluasan blokir (misalnya: Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perhubungan). Keempat, untuk membuka blokir, Wajib Bayar harus memiliki upaya dalam penyelesaian piutang PNBP.
Antara lain melalui pelunasan lewat menu khusus pembayaran tagihan PNBP di SIMPONI; dan permohonan keringanan/keberatan/koreksi tagihan/restrukturisasi piutang/gugatan ke pengadilan. “Atau kebijakan pemerintah, salah satunya berupa kebijakan Wajib Bayar untuk mendukung program nasional,” tulis Kemenkeu.
Direktur PNBP Kementerian Lembaga Wawan Sunarjo menjelaskan, di dalam PMK yang dulu, ABS belum merambah kepada siapa yang melakukan atau siapa yang berhak untuk meminta ABS. Saat ini, berbicara piutang terutama piutang PNBP biasanya memiliki pola pengelolaannya.
“Kementerian/ lembaga harus mengupayakan menagih, jika tidak bisa maka diserahkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL),” ujar dia di Gedung DJA Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Juni 2023.
Jika perusahaan sudah membayar, simpulnya akan dibuka