Anto menjelaskan, ketika Covid-19 merebak, semua bank sentral dan pemerintahan melakukan stimulus. Anto menilai, belum pernah Indonesia mengalami budget defisit sampai 6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Selain itu, dia juga menilai belum pernah Amerika Serikat (AS) melakukan penurunan suku bunga yang besar.
Lebih jauh, Anto menilai stimulus yang diberikan banks sentral mupun pemerintah bisa menimbulkan dampak tertentu. Dampak tersebut biasanya ada waktunya.
"Jadi kalau kita lihat waktunya tahun 2020 mereka stimulus luar biasa, baru kita rasakan 2021 inflasi dan suku bunganya akan naik," jelas Anto,
Meski begitu, dia optimistis pada 2022 atau 2023 kejadiannya akan berubah. Sebab, pada 2022 suku bunga sudah dinaikkan dan beberapa negara sudah melakukan konsolidasi fiskal. Jadi, kata dia, fiskalnya tidak defisit besar-besaran.
"Nah, kami perkirakan ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi outlook tahun 2023, sehingga kami melihat tekanan kenaikan suku bunga sudah mulai terbatas. Lagi-lagi kalau kita bicara bahwa tekanan inflasi sudah turun, tekanan suku bunga sudah turun, obligasi harusnya lebih prospektif," tutur dia.
Pilihan Editor: Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, 'Bapak Infrastruktur' yang Masuk Bursa Cawapres Ganjar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini