Selain itu, pelarangan ekspor dilakukan karena belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Sementara itu, kritik terhadap kebijakan ini mulai bermunculan. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Jokowi membatalkan keputusan ini. Sebab, ia menilai kerugian bagi lingkungan jauh lebih besar ketimbang manfaat yang didapat.
Terlebih, menurutnya, perubahan iklim atau climate change sudah terasa dan berdampak pada masyarakat. Karena itu, ia menegaskan jangan sampai diperparah dengan penambangan pasir laut.
Banjir kecaman juga datang dari berbagai aktivis lingkungan. Menurut Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Boy Jerry Even Sembiring, keputusan Jokowi mengancam ekosistem laut, pesisir, dan pulau kecil di Tanah Air.
Ekspor pasir laut juga dinilai berpotensi berdampak buruk pada masyarakat yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil. Hal senada disampaikan Greenpeace Indonesia. Menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace, Afdillah, pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif terhadap lingkungan pesisir.
"Dibukanya tambang pasir laut akan mengancam dan memperparah keberlanjutan ekosistem laut di wilayah tambang," ucapnya saat dihubungi Tempo pada Ahad, 28 Mei 2023.
Kemudian Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menyoroti minimnya partisipasi publik, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir dalam menerbitkan aturan ini. Ia menegaskan diskusi dengan kelompok masyarakat ini harus jelas terlebih dahulu sesuai kelompok masyarakat yang berkaitan dengan aktivitas penambangan pasir laut.
Pilihan Editor: Mantan Menteri KKP Sarwono Kusumaatmadja Berpulang, Menteri Trenggono: Almarhum Sosok Panutan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini