TEMPO.CO, Jakarta - Data Analyst Continuum Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkap hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik. Analisis itu menggunakan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter yang hasilnya 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik.
Data Analyst Continuum Indef Wahyu Tri Utomo membeberkan hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik. Dia mengatakan ada beberapa alasan mengapa masyarakat menolak kebijakan subsidi kendaraan listrik.
Salah satunya karena masyarakat menilai bahwa pembeli mobil listrik bukan orang yang butuh subsidi. Asumsi ini, menurut dia, kemungkinan didasarkan pada asumsi bahwa secara harga, mobil listrik relatif mahal.
“Maka hampir bisa dipastikan bahwa kalangan menengah ke bawah tidak akan membeli mobil listrik ini, tidak akan mampu membeli mobil listrik,” ucap Wahyu. Bahkan ada pula yang mempertanyakan soal siapa penerima subsidi kendaraan listrik itu.
“Yang beli paket dari kalangan menengah ke atas, kenapa menengah ke atas yang diberi subsidi, bukankah itu kurang pas dan sebagainya,” ucap Wahyu.
Hasil analisis itu, menurut Wahyu berasal dari 18.921 data pembicaraan di Twitter dari 15.139 akun pada 8-12 Mei 2023. Alasan mengambil data dari Twitter, kata dia, karena merupakan platform yang representatif untuk menangkap aspirasi, kritik, ataupun masukan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan isu sosial, politik, atau kebijakan dari pemerintah.
“Setelah kita ambil datanya, kami collect datanya dan coba bersihkan dari akun media atau dari buzzer. Sehingga harapannya perbincangan didapatkan dari user asli saja setelah itu kita lakukan analisis untuk exposure, sentimen, dan juga topik perbincangan,” tutur Wahyu.