TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Abdul Manap Pulungan membeberkan kondisi fiskal Amerika Serikat atau AS di tengah potensi gagal bayar utang. Dari sisi pendapatan dan belanja, defisitnya cukup tinggi mencapai US$ 1,37 triliun pada 2022.
“Kalau misalnya dalam rupiah itu sudah luar biasa tingginya,” ujar dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Ekonomi Indonesia di Tengah Pusaran Risiko Gagal Bayar Utang Amerika pada Senin, 8 Mei 2023.
Peningkatan defisit itu, Abdul menjelaskan, terjadi sejak 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda. Di mana defisitnya saat itu mencapai US$ 3,57 triliun. “Dalam grafik terlihat bahwa memang lonjakan belanja tidak bisa dihindarkan dan berjalannya waktu defisit semakin meningkat,” kata dia.
Sementara kondisi di tahun 2019, dia melanjutkan, defisit anggaran juga sempat meningkat karena terjadi perang dagang antara Amerika dan Cina. Hal tersebut akhirnya mempengaruhi bagaimana akumulasi pendapatan dari Amerika.
Menurut Abdul, dari sisi pertumbuhan pendapatan dan belanja, pertumbuhan rata-rata pendapatan di Amerika atau pendapatan fiskalnya hanya 2,9 persen per tahun sepanjang 2016-2022. Sedangkan dari sisi belanjanya naik mencapai 5,78 persen.
“Dari data ini terlihat memang kemampuan belaja negara untuk mengejar pertumbuhan pendapatan negara sangat jauh. Hampir pendapatan negara itu rata-rata di bawah belanja negara sekitar hampir satu kalinya,” ucap Abdul.
Dia juga menuturkan bahwa pendapatan Negeri Paman Sam itu bergerak di sekitar 20 persen terhadap produk domestik bruto atau PDB. Sedangkan belanja negara sempat mencapai hampir 30 persen di 2022, serta defisit di 2022 itu mencapai 5,48 persen, sementara di 2020 itu defisitnya hampir 15 persen karena dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk pemulihan pandemi Covid-19.
“Angka 2021 mencapai 12 persen inilah yang menambah akumulasi utang Amerika. Situasi yang sama sebetulnya terjadi di Indonesia saat itu, terjadi lonjakan utang karena kebutuhan belanja yang semakin meningkat di tengah pendapatan yang semakin menurun,” tutur Abdul.
Pilihan Editor: Potensi Gagal Bayar Utang AS, Ekonom: Sinyal Bahaya bagi Pasar Keuangan Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini