TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Menpan RB, Abdullah Azwar Anas mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah sepakat merombak perumusan tunjangan kinerja alias tukin pegawai negeri sipil alias PNS berdasarkan performa masing-masing wilayah.
Azwar Anas menjelaskan rencana kenaikan gaji PNS ini bermula dari ide untuk mendorong kinerja para PNS. Selama ini, menurut dia, jumlah tukin yang diterima PNS sama rata. ia sendiri menyarankan agar ada perbedaan jumlah tukin diberikan sesuai dengan performa atau kinerjanya.
Pemerintah kini sedang mencari formula perumusan jumlah tukin yang tepat di dalam Pusat Pelatihan Aparatur Negara atau PPASN. Rumusan tukin ini secara teknis akan dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Dalam Negeri. Anas sendiri memperkirakan perumusan bisa rampung sekitar dua bulan mendatang.
Jika rumusan PPASN ini selesai dalam dua bulan, menurutnya implementasinya pun bisa dilakukan lebih cepat. "Kalau dua bulan beres, bisa lebih cepat. Sesuai arahan Pak Presiden Jokowi supaya tunjangan berimplikasi agar kinerjanya meningkat," kata Azwar Anas.
Rencana ini kemudian mengundang banyak komentar dari para ekonom. Diantaranya dari Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono. Begini kata mereka dihimpun Tempo.
Kenaikan Gaji PNS Lebih Kental Motif Belanja Dibandingkan Kebutuhan
Bhima Yudhistira merespons soal rencana pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Kenaikan gaji PNS ini rencananya akan dilakukan melalui perombakan formula tunjangan kinerja atau tukin.
"Usulan kenaikan gaji PNS lebih kental motif belanja populis dibandingkan kebutuhan," ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Ahad, 21 Mei 2023.
Ia menjelaskan belanja pegawai sepanjang 2019-2023 sudah mengalami kenaikan 17,5 persen. Tercatat pada 2019 belanja pegawai sebesar Rp 376 triliun naik menjadi Rp 442 triliun pada 2023.