TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan sistem PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. alias BSI selama berhari-hari memunculkan wacana ganti rugi terhadap nasabah BSI. Namun, ada juga pihak yang mengatakan bahwa ganti rugi tak perlu diberikan. Berikut pro kontra pemberian ganti rugi tersebut dirangkum Tempo.
BPKN: konsumen berhak dapat ganti rugi
Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi menilai nasabah perlu mendapatkan ganti rugi butut dari gangguan sistem PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk atau BSI. “Konsumen berhak mendapat ganti rugi dan kompensasi dari tidak bisa digunakannya layanan,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 12 Mei 2023.
BSI mengalami gangguan sejak Senin, 8 Mei 2023 hingga Kamis, 11 Mei 2023 manajemen BSI memastikan bahwa layanannya kembali normal meskipun masih ada keluhan dari nasabah. Namun, BSI belum menyampaikan penyebab gangguan yang terjadi.
Adapun bentuk kompensasinya, menurut Heru, bentuk kerugian yang langsung diakibatkan kejadian ini. “Kerugian langsung ya. Sementara biaya admin bisa dikompensasi harusnya,” ucap Heru.
Pengamat perbankan: selama ini bank tak beri kompensasi
Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI Paul Sutaryono soal adanya potensi ganti rugi nasabah atas gangguan yang terjadi pada PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk atau BSI. Bank syariah itu mengalami gangguan sejak Senin, 8 Mei 2023, lalu pada Kamis, 11 Mei 2023, pihak bank memastikan bahwa layanannya kembali normal.
“Sepengetahuan saya, selama ini bank tidak memberikan kompensasi atas jatuhnya sistem,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 12 Mei 2023.
Menurut Paul, hal itu menjadi tantangan serius bagi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK untuk mempertimbangkan usulan ganti rugi dari gangguan sistem perbankan. Sehingga, bank juga akan lebih meningkatkan upaya mitigasi risiko terutama dari sisi teknologi.