Sejarah Eiger
Awal mula Eiger dimulai dari Ronny Lukito yang berusaha mengembangkan usaha toko tas milik ayahnya yang berada di sebuah rumah kecil di daerah Gang Thamrin, Bandung. Pada awalnya, laki-laki lulusan Sekolah Teknik Mesin (STM) ini mulai memproduksi tas dengan nama Butterfly. Nama ini diambil dari merek mesin jahit yang digunakannya waktu itu.
Untuk melancarkan usahanya, Ronny akhirnya membeli dua buah mesin jahit, peralatan, dan bahan baku pembuatan tas dengan modal kurang dari Rp 1 juta. Pada 1979, dia pun mengubah nama produknya menjadi Exxon. Sayangnya, nama ini digugat oleh perusahaan Exxon Oil Amerika Serikat. Akhirnya nama produknya diubah menjadi Export yang merupakan singkatan dari Exxon Sport.
Pada 1989, nama Eiger dicetuskan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para pencinta alam. Tak disangka, nama ini membuat usaha Ronny berkembang dengan pesat. Dari usaha berskala rumahan, Ronny berhasil membeli tanah di kawasan Kopo, Kota Bandung, seluas 6.000 meter untuk menjadi pabrik Eiger. Usaha perlengkapan outdoor ini terus berkembang hingga mampu membuka EST Store di Jalan Sumatra dan Outlive store di Jalan Setiabudi, Kota Bandung.
Merasa cukup sukses, Ronny berinvestasi di bidang properti dengan mengambil pinjaman dari bank. Sayangnya, perhitungan ini meleset karena terjadi krisis moneter pada 1998. Kesalahan ini membuat aset pabrik Eiger disita dan Ronny harus melunasi hutang di bank sebesar Rp 4,5 miliar. Pada 2003, bos Eiger tersebut mampu melewati masa sulit itu tanpa kehilangan aset.
Kini Eiger telah menghasilkan berbagai brand berkualitas, seperti Export, Bodypack, dan Outlive. Bahkan, saat ini Eiger sudah memiliki lebih dari 250 gerai fisik yang tersebar di seluruh Indonesia.