TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih kalah dari negara tetangga, Malaysia dan Thailand. Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid merujuk pada riset McKinsey pada 2021, tercatat Indonesia baru mampu melakukan adopsi kendaraan listrik sebesar 0,1 persen.
Sedangkan Thailand memperoleh adopsi kendaraan listrik sebesar 0,7 persen dan Malaysia sebesar 0,3 persen. Karena itu, dia berharap agar realisasi pemberian insentif untuk mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan.
"Insentif ini akan mempercepat elektrifikasi dan pencapaian target transisi energi," kata Arsjad dalam keterangannya pada Jumat, 14 April 2023.
Menurut Arsjad, keterlambatan adopsi dari kendaraan listrik di Indonesia disebabkan oleh harganya yang masih tinggi. Sehingga, masyarakat masih ragu untuk berpindah dari kendaraan non listrik menjadi kendaraan listrik.
Sedangkan untuk Thailand dan Malaysia, tuturnya, terdapat berbagai insentif yang mampu mendorong masyarakatnya untuk berpindah mengadopsi kendaraan listrik. "Untuk itulah, dikeluarkan berbagai insentif yang mampu membantu masyarakat dan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia berkembang lebih cepat," ujarnya.
Baca Juga:
Arsjad menilai kebijakan program insentif kendaraan istrik adalah yang paling tepat. Musababnya dengan perubahan ini Indonesia akan sangat menarik berbagai produsen kendaraan listrik yang sebelumnya lebih tertarik di Thailand dan Malaysia. Menurutnya, langkah itu dapat menjadi game-changer Indonesia untuk industri kendaraan listrik.
Selanjutnya: pemerintah telah memberikan insentif kepada konsumen Rp 7 juta