TEMPO.CO, Pangkalpinang - Jakarta Futures Exchange (JFX) atau Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) menargetkan transaksi perdagangan fisik timah murni batangan sebanyak 40 ribu ton di 2023.
Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang mengatakan target transaksi tersebut cukup realistis mengingat belum sepenuhnya pelaku usaha yang menerima persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
"Target transaksi tidak muluk-muluk karena kami melihat RKAB beberapa smelter masih berproses di semester I tahun ini. Kami perkirakan sekitar 30 sampai 40 ribu ton hingga akhir tahun. Tahun lalu transaksi mencapai 50 ribu ton," ujar Paulus di Pangkalpinang, Selasa Malam, 11 April 2023.
Paulus menuturkan transaksi perdagangan fisik timah murni batangan di BBJ hingga pertengahan April 2023 sudah mencapai 9 ribu ton. Dia mengaku optimis ada peningkatan mengingat kepesertaan pelaku usaha di JFX semakin bertambah.
"Ada kecendrungan animo para peserta yang menjadi peserta di Bursa Berjangka Jakarta semakin hari semakin meningkat. Saat ini kepesertaan sudah 31. Kami targetkan tumbuh hingga 50," ujar dia.
Menurut Paulus, peristiwa perang antara Rusia dengan Ukraina turut mempengaruhi perdagangan dunia. Namun bagi Indonesia, kata dia, pengaruh yang terjadi tidak signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara yang memproduksi produk berbahan baku timah.
"Kalau perang, problem utamanya pasti transportasi dan produksi yang menggunakan bahan baku timah. Tapi kalau dilihat secara global, baik langsung atau tidak langsung, pasti berpengaruh karena timah ini menyangkut untuk industri bukan konsumsi seperti bahan pangan, sandang atau papan," ujar dia.
Paulus menilai ada peluang positif terkait perang Rusia dengan Ukraina jika dilihat dari volume ekspor dan volatilitas harga di negara memproduksi produk berbahan baku timah.
"Permintaan timah Indonesia, khususnya dari Bangka Belitung meningkat. Hal tersebut dikarenakan timah murni batangan Indonesia masih dibutuhkan dunia," ujar dia.
Paulus menambahkan BBJ akan mengikuti kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah terkait dengan hilirisasi. Dia meyakini kebijakan yang dikeluarkan itu telah dipikirkan secara global untuk kemajuan Indonesia agar bisa diakui di mata dunia.
"Hilirisasi itu positif. Namun disisi lain ada beberapa hal yang perlu dipikirkan dan keharusan melihat kesiapan dari pelaku usaha," ujar dia.
Pilihan Editor: Data Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Sri Mulyani: Sama dengan Mahdfud MD, Beda Presentasinya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini