Meski punya kewenangan, kata dia, petugas itu tak sembarangan menggunakannya. Petugas tersebut hanya mengingatkan, bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan.
"Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," kata Yustinus.
Terkait uneg-uneg Soimah yang seolah harus mengumpulkan nota dan sebagainya, Prastowo mengatakan itu ada Undang-Undang dan aturannya.
"Soimah mesti bersyukur penghasilannya cukup tinggi, sehingga menurut UU Pajak sudah harus menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung pajak," ujar Prastowo.
Menurutnya yang tahu semua ini ya Soimah. Perihal berapa uang yang didapat, berapa biaya dikeluarkan, hanya Soimah yang tahu.
"Rumit dan ribet? Iya juga sih. Tapi itulah konsekuensi aturan dan administrasi agar adil," ungkap Prastowo.
Undang-Undang, kata dia, tak bisa membedakan orang per orang, maka dibuat standar yang dijalankan jutaan orang wajib pajak.
"Mungkin ada benarnya kata seorang pakar 'pajak itu hal tak mengenakkan yang harus ada supaya negara tetap berdiri tegak'," tuturnya.
Untuk itulah, kata dia, disediakan standar akuntansi, aplikasi pembukuan, jasa akuntasi, jasa konsultan dan lainnya.
"Memang tak mudah, tapi bisa dipelajari. Kantor Pajak pun menyediakan bimbingan dan konsultasi, selain jasa praktisi yang profesional dan terjangkau," jelas Prastowo.
Lebih lanjut, dia berterima kasih kepada pembayar pajak, termasuk Soimah. Dia juga berempati pada petugas pajak, khususnya di KPP Bantul.
"Bisa saja ada oknum petugas yang bertindak tak pantas, meski dari rangkaian kesaksian, ingatan, dan catatan – tak ada alasan untuk harus melakukan tindakan itu," tuturnya.
Prastowo meyampaikan, Plt Kakanwil Pajak Jogja, Slamet Sutantyo, tegas dan tak segan meminta maaf jika ada kesalahan seperti itu.
Selanjutnya: Prastowo menghubungi budayawan kondang Butet