TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan (Kemenkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan mengenai dugaan gratifikasi yang dilakukan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Rafael Alun Trisambodo. Rafael Alun diduga menerima gratifikasi selama 12 tahun, sejak 2011 hingga 2023 dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah pernah menyurati Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu soal dugaan tersebut pada 2019.
Menurut Pratowo, laporan KPK yang diterima Itjen Kemenkeu pada 2019 itu merupakan terusan dari surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke KPK. Isinya mengenai informasi keuangan dari sejumlah pegawai, termasuk di dalamnya Rafael Alun.
“Kami sudah dalami, pernah disampaikan Bu Menteri (Menteri Keuangan Sri MUlyani Indrwati) dan Pak Irjen (Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh),” ujar dia kepada wartawan di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 31 Maret 2023.
Saat itu, kata dia, transaksi gratifikasinya tidak besar, ada yang Rp 5 juta, Rp 25 juta, hingga Rp 100 juta. Sehingga, waktu dilakukan evaluasi masih sesuai dengan profil pendapatannya. “Kalau basisnya itu,” kata dia.
Kemudian, Kemenkeu melakukan mitigasi. “Kalau ingat pada 2020 yang bersangkutan (Rafael Alun) dimutasi dari Kepala KPP PMA 2 menjadi Kabag Umum di Kanwil Jaksel 2. Itu kan langkah mitigasi,” tutur Prastowo.
Dia pun menjelaskan bahwa gratifikasi itu ada dua sistem, penerima atau pemberi melaporkan. Kemenkeu membuka saluran pengaduan melalui whistleblowing system (Wise). Sehingga jika pelapor keberatan atau diperas dan lain-lain, silakan bisa melaporkannya.
“Kalau penerima menerima dan itu tidak pantas, dia juga harus melaporkan. Bahkan ada ketentuannya gratifikasi dalam jumlah tertentu wajib dilaporkan,” ucap Prastowo. Dia menambahkan bahwa soal Rafael Alun melaporkan atau tidak perlu dicek datanya. “Sejauh ini kami belum melihat ada pelaporan itu.”
Selanjutnya: KPK menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka ...