Hanung, sapaannya, menegaskan bahwa larangan impor pakaian bekas sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dia melanjutkan dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. “Karena thrifting ini jelas banyak dampak negatif kepada UMKM lokal hingga berdampak pada lingkungan,” kata Hanung.
Menurut Hanung, berjualan pakaian bekas impor menghancurkan industri dalam negeri karena mengambil pangsa pasar dari kelas menengah ke bawah. Padahal, tuturnya, pasar tersebut mestinya menjadi pasar UKM tanah air. "Mereka ingin beli barang branded dengan harga murah," ujar Hanung.
Impor pakaian besar, kata dia, biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tidak jarang, pakaian bekas itu diselundupkan atau melalui jalur ilegal. Parahnya, sebagian pakaian bisa dipakai, sedangkan sebagian lain berupa sampah yang mesti dimusnahkan.
Karena itu, dia menilai impor pakaian bekas juga menyangkut permasalahan lingkungan. "Itu yang ingin kami lawan, karena untuk memusnahkannya juga butuh biaya besar. Treatment limbah itu berbeda," ujar Hanung.
Pilihan Editor: Jokowi Larang Thrifting, Pedagang Baju Bekas di Pasar Senen Terpaksa PHK Karyawan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.