TEMPO.CO, Jakarta - Kehidupan kita hari ini tidak dapat dilepaskan dari kewajiban membayar pajak. Sebagai warga negara yang terikat dengan hak dan kewajiban kepada negara, kita membayar pajak sesuai dengan aset dan kekayaan yang kita miliki dari berbagai sumber.
Namun, tak setiap orang mengetahui bahwa sistem pajak yang kita anut hari ini telah diwariskan dan dikembangkan secara turun-menurun sejak berabad-abad silam.
Sejak Kapan Sistem Pajak Modern?
Dilansir dari Encyclopedia Britannica, sejarah perpajakan modern dapat dirunut hingga abad pertengahan di Eropa. Pada awalnya, pajak atas konsumsi dipungut di Yunani dan Roma sebagai cara mengumpulkan dana tambahan pada saat perang. Untuk waktu yang lama, pajak ini terbatas pada properti, tetapi kemudian mereka diperluas ke aset lain.
Pada Abad Pertengahan, banyak pajak kuno ini terutama pungutan langsung membuka jalan dirintisnya berbagai layanan wajib dan sistem pajak modern. Pajak tidak langsung utama adalah bea transit yaitu biaya barang yang melewati negara tertentu dan biaya pasar. Di kota -kota di Eropa, konsep yang dikembangkan dari kewajiban pajak yang mencakup semua penduduk adalah beban pajak untuk makanan dan minuman tertentu.
Beberapa kota Jerman dan Italia saat itu memperkenalkan beberapa pajak langsung, seperti pajak kepala untuk orang miskin dan mereka yang memiliki penghasilan bersih atau pajak penghasilan untuk orang kaya. Pajak penghasilan dikelola melalui penilaian diri dan sumpah yang diambil di hadapan Komisi Sipil. Sementara itu, pajak atas tanah dan atas rumah-rumah secara bertahap meningkat.
Dalam sejarahnya, pajak telah menjadi subjek utama kontroversi politik sepanjang sejarah, bahkan sebelum pajak menjadi bagian yang penting dari pendapatan nasional.
Sebuah contoh yang terkenal adalah pemberontakan koloni-koloni Amerika terhadap Inggris. Saat itu, mereka menolak membayar pajak yang dikenakan oleh parlemen karena mereka tidak memiliki suara di parlemen tersebut. Hal ini sesuai semboyan mereka, yaitu "no taxation without representation".
Ekonom dan filsuf abad ke-18 Adam Smith berusaha untuk mensistematisasikan aturan yang seharusnya mengatur sistem perpajakan yang rasional. Dalam The Wealth of Nations, dia menetapkan empat kanon umum sebagai berikut:
I. Subjek dari setiap negara harus berkontribusi terhadap dukungan pemerintah, hampir mungkin, sebanding dengan kemampuan masing-masing, yaitu sebanding dengan pendapatan yang masing -masing nikmati di bawah perlindungan negara.
II. Pajak yang harus dibayar oleh masing -masing individu harus memastikan, dan tidak sewenang -wenang. Waktu pembayaran, cara pembayaran, jumlah yang harus dibayar, semua harus jelas dan jelas bagi kontributor, dan kepada setiap orang lain.
III. Setiap pajak harus dipungut pada saat itu, atau dengan cara itu, di mana kemungkinan besar akan nyaman bagi kontributor untuk membayarnya.
IV. Setiap pajak harus begitu dibuat -buat untuk mengambil dan keluar dari kantong rakyat sesedikit mungkin di atas dan di atas apa yang dibawanya ke perbendaharaan publik negara.
HAN REVANDA PUTRA
Pilihan editor : Sri Mulyani: Kepercayaan Publik Harus Kami Bangun dan Raih Kembali dengan Bekerja Jujur
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.