TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan ekonomi 2022 ditopang oleh harga komoditas. Meski begitu, tren harga komoditas pada tahun ini mulai menurun dan dikhawatirkan bakal mempengaruhi kondisi ekonomi nasional. Bagaimana tanggapan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto?
Airlangga menyatakan harga komoditas tengah melandai, namun masih relatif tinggi. "Kita melihat, monitor harga copper and gold itu juga naik sekitar 1.900 per troy ounce. Jadi, kalau kita lihat sampai enam bulan ke depan, relatif harga komoditas belum normal seperti sebelum pandemi Covid-19," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin, 6 Februari 2023.
Baca: Neraca Perdagangan RI pada 2022 Surplus USD 54,53 Miliar, BPS: Tumbuh 53,96 Persen
Adapun dari sisi permintaan dan pasokan, menurut Airlangga, masih terlihat permintaan belum terlalu besar, utamanya terlihat dari harga gas. Hal ini juga menunjukkan tak ada pengganti energi yang bisa dioptimalkan secara cepat.
"Oleh karena itu beberapa komoditas, dengan geopolitik belum selesai, maka terkait dengan supply grid maupun supply fertilizer dari Rusia itu belum masuk ke pasar global. Dengan situasi seperti ini, Indonesia masih optimistis bahwa harga komoditas masih akan membantu walaupun tidak setinggi di periode 2023 kemarin," tutur Airlangga.
Dia juga menjelaskan, mobilitas masyarakat relatif meningkat sehingga konsumen di dalam negeri sudah kembali mengonsumsi barang dan jasa. Hal tersebut yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih dari 51 persen.
"Jadi, dengan kembalinya konsumsi domestik, ini tentu akan membuat resiliensi dari ekonomi Indonesia, ungkap Airlangga.
Soal dana pihak ketiga yang masih parkir di perbankan Indonesia, menurut Airlangga, juga jadi perhatian pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah mendorong penggunaan dana pihak ketiga untuk diinvestasikan di dalam negeri.
Selanjutnya: Sebab, meski pertumbuhan kredit ...