TEMPO.CO, Jakarta -Ratusan Organisasi masyarakat sipil akan melayangkan ultimatum terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan DPR RI atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. Perpu itu akan menggantikan Undang-undang Cipta Kerja.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan seluruh organisasi masyarakat sipil telah berkumpul dan sepakat bahwa perlu ada konsolidasi gerakan masyarakat untuk menuntut pencabutan perpu tersebut.
"Kita merasa perlu ada konsolidasi gerakan masyarakat sipil yang lebih solid dan tidak terfregmentasi, sehingga kita sepakat perlu ada Ultimatum Rakyat. Kita harapkan ini juga untuk mengetuk kesadaran dari presiden dan DPR RI soal pengkhianatan konstitusi," ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 7 Januari 2023.
Per hari ini, Minggu, 8 Januari 2023 sudah ada 116 organisasi sipil yang tergabung. Dewi menuturkan mulai pekan depan akan diadakan beberapa konferensi pers dan aksi demonstrasi. Dewi mengatakan organisasi sipil tersebut menilai penerbitan Perpu Cipta Kerja adalah tindakan pengkhianatan konstitusi. Menurutnya Perpu Cipta Kerja hanyalah gerakan tipu-tipu atau akal bulus untuk menghidupkan lagi Undang-undang Cipta Kerja yang telah dinilai oleh inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti diketahui, pada 25 November 2021, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam 2 tahun.
Ia berujar rilisnya Perpu Cipta Kerja itu seolah-olah untuk menjawab putusan MK Nomor 91 itu. Padahal dalam putusan MK tersebut, tutur Dewi, sudah jelas bahwa harus harusnya ada perbaikan selama dua tahun. Salah satu perbaikan yang diminta MK meliputi aspek partisipasi bermakna bersama masyarakat.
"Kita tahu Perpu itu kayak barang yang jadi-jadian gitu, enggak ada juga partisipasi bermakna. Ya kalau bicara isi, jangankan isi, kalau proseduralnya sembunyi-sembunyi, tidak transparan, sama halnya seperti UU Cipta Kerja," ucapnya.
Karena itu, ratusan Organisasi masyarakat Ini menilai Perpu Cipta Kerja bukan sebagai itikad baik dari pemerintah untuk menjawab putusan MK tersebut. Justru, menurut Dewi, pemerintah melalui presiden saat ini sedang lebih dalam lagi menenggelamkan dirinya dalam upaya pembangkangan konstitusi.
"Jadi itu kesimpulan umum yang kita sepakat. Kita punya kesamaan cara pandang bahwa ini harus segera disarankan lebih luas lagi," tutur Dewi.
RIANI SANUSI PUTRI | MAJALAH TEMPO
Baca Juga: Perpu Cipta Kerja, Ahli Hukum Tata Negara: Cara Culas Mengakali Aturan Main Pemerintah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.