TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menanggapi soal kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia BI. Menurut dia, kenaikan BI rate itu akan berdampak pada pertumbuhan kredit.
"Pertumbuhan kredit secara keseluruhan diproyeksi melambat tahun depan dengan rentang 6 sampai 7 persen secara tahunan," tuturnya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 23 Desember 2022.
Baca: Bunga Acuan BI Naik jadi 5,5 Persen, Apa Sebabnya dan Bagaimana Respons Perbankan?
BI resmi menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen. Keputusan itu diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis, 22 Desember 2022.
Bhima menuturkan kredit konsumsi termasuk paylater dan fintech lending bisa menghadapi tantangan naiknya NPL karena suku bunga yang disesuaikan sementara tahun depan ada ancaman resesi.
Selain itu, ia menilai pelaku usaha akan menjadi sangat berhati hati untuk berekspansi. Pasalnya, biaya pinjaman baik modal kerja dan kredit investasi tahun depan naik 2 sampai 2,25 persen.
Di sisi lain, bunga deposito perbankan dan surat berharga negara diperkirakan akan semakin menarik. Alhasil, kelas menengah atas akan mengalihkan sebagian portofolio investasinya ke instrumen berbasis bunga.
Menurut Bhima, kenaikan bunga yang berlanjut juga mengirim sinyal bahwa inflasi yang relatif tinggi dibanding pra-pandemi kemungkinan bertahan lama. Selanjutnya dampak itu akan mempengaruhi pola konsumsi secara agregat.
Adapun dalam rapat Dewan Gubernur BI pada November lalu, BI menaikkan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 50 basis poin atau 0,5 persen jadi 5,25 persen. Sama seperti sebelumnya, bank sentral beralasan, keputusan kenaikan suku bunga merupakan langkah lanjutan untuk memastikan berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi. Sehingga, inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 2-4 persen.
BI menyatakan akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan kenaikan suku bunga ini. Bank sentral juga akan mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya akan melanjutkan arah bauran kebijakan pada 2023 sebagaimana disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 bertarikh 30 November 2022. Kebijakan moneter 2023 juga akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas.
BI pun akan mengarahkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif seta hijau untuk mendorong pertumbuhan.
"Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi," ucap Perry.
Baca juga: BI: Rp 830 Miliar Modal Asing Keluar dari Pasar Keuangan RI dalam Sepekan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.