TEMPO.CO, Jakarta - Walhi Jakarta dan TuK Indonesia menggelar aksi protes untuk menindaklanjuti laporan koalisi Forests & Finance. Laporan itu menemukan 90 persen bank-bank dari negara G20 diduga terlibat dalam pendanaan proyek yang menyebabkan kerusakan hutan dan pelanggaran HAM.
Pendanaan itu, menurut laporan yang sama, pun berasal dari bank-bank di Indonesia. Direktur Eksekutif TuK Indonesia Edi Sutrisno mengatakan Indonesia seharusnya bisa menjadi contoh untuk penerapan ekonomi berkelanjutan, termasuk oleh bank-bank BUMN.
"Namun kenyataanya Bank BUMN menjadi teratas yang erlibat dalam kejahatan lingkungan memimpin 33 bank lainnya di Indonesia dengan tetap membiayai perusahaan-perusahaan dengan rekam jejak perusakan hutan dan perampasan lahan masyarakat lokal, seperti sawit dan pulp & paper," tuturnya di Jakarta seperti dikutip pada Jumat, 11 November 2022.
Dia pun meminta pemerintah serius merespon kondisi ini. Dia melanjutkan, jika pemerintah tutup mata, mimpi-mimpi mencapai transisi menuju ekonomi hijau tidak tercapai.
"Saya kira tidak lagi saatmya menutupi hal ini karena teknologi dan media akan terus berkembang jadi tidak perlu malu untuk menyatakan kemarin kita salah dan hari ini kita perbaiki kesalahan itu," tuturnya.
Baca juga: Indonesia Belum Merdeka dari Energi Fosil, Ini 4 Saran dari Greenpeace
Edi Sutrisno berharap bank-bank Indonesia segera menyusun indikator aspek tata kelola dan sosial atau LST yang lebih detail. Misalnya dengan memberlakukan review berkala terhadap penerima dana disertai dengan uji lapangan yang komprehensif.
Sektor jasa keuangan, tutur dia, pun perlu membangun transparansi perihal informasi indikator LST dan menyediakan mekanisme komplain bagi publik. "Selain itu perlu ada konsekuensi mandatoris terhadap izin usaha dan izin konsesi perihal pemenuhan indikator LST," ucap Edi Sutrisno.
Direktur Walhi Jakarta Suci Fitria Tanjung menambahkan, skema pembiayaan hijau yang diusung oleh sejumlah bank di Indonesia kontra produktif dengan kondisi faktual di lapangan. Menurut dia, ban-bank bank tersebut justru menjadi aktor penyebab krisis ekologis.
"Dengan embel-embel hijau, seharusnya bank dapat secara tegas melakukan screening dalam skema pembiayaan proyek dan tidak mendukung proyek solusi palsu iklim yang jauh dari prinsip-prinsip keadilan ekologis," tuturnya.
Walhi sebelumnya menyatakan bank-bank dari Indonesia, Brazil, Uni Eropa, Cina, dan Amerika Serikt menjadi kreditur teratas dari negara G20. Bank-bank ini menyalurkan dana kepada perusahaan penghasil komoditas yang berisiko terhadap hutan di Amerika Latin, Asia Tenggara, serta Afrika Barat dan Tengah.
NABILA NURSHAFIRA
Baca: Tim Pesepeda Greenpeace Dihadang di Probolinggo saat Kampanye Menjelang KTT G20
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini