TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Wajiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington D.C., Amerika Serikat. Dalam pertemuan itu, IMF menyampaikan beberapa rekomendasi kebijakan kepada negara-negara di dunia untuk merespons ancaman krisis global.
"IMF menyatankan kebijakan moneter yang front loaded diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan menjangkar inflasi ke depan," tutur Perry melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 15 Oktober 2022.
Baca Juga:
Selain itu, Perry berujar IMF menyarankan agar kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok rentan (vulnerable) diprioritaskan. Salah satu langkahnya melalui bantuan jangka pendek untuk mengurangi beban biaya hidup.
Selain itu, kebijakan makroprudensial dinilai perlu diterapkan untuk menjaga terjadinya risiko sistemis. Kebijakan ini dianggap penting seiring dengan terbatasnya likuiditas di sektor keuangan.
IMF pun meminta agar negara-negara mengambil kebijakan untuk melakukan reformasi secara struktural. Kebijakan itu mencakup peningkatan produktivitas dan kapasitas ekonomi guna meringankan hambatan pasokan. Kemudian, kebijakan moneter juga diperlukan untuk mengatasi inflasi.
Kebijakan mempercepat transisi energi hijau pun turut menjadi sorotan IMF. Menurut IMF, percepatan transisi energi hijau akan bermanfaat bagi keamanan energi dalam jangka panjang. Dengan begitu, biaya makroekonomi dari perubahan iklim akan berkurang .
Baca: Luhut Gunakan Istilah Perang Rakyat Semesta untuk Antisipasi Resesi, Apa Artinya?
Terakhir, IMF meminta kepada para pemimpin untuk melakukan kerja sama multilateral guna menghindari terjadinya fragmentasi global. Sementara itu, Perry mengungkapkan tantangan global yang tengah dihadapi saat ini tidak dapat direspons dengan hanya satu instrumen kebijakan.
Kata dia, perlu pengembangan kerangka integrated policy framework IMF bersama dengan kerangka macro-financial stability frameworks.
"Indonesia sendiri sudah melakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial," ucapnya. Di samping itu, Perry menambahkan, perlu penguatan jaring pengaman keuangan global untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan. Hal itu dalam rangka membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF.
Adapun BI mengklaim telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran, diantaranya kesepakatan cross-border payment antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina, peluncuran Quick Response (QR) Code, dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST).
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Pertemuan Menkeu dan Bank Sentral, Sri Mulyani: G20 Perlu Hasilkan Aksi Konkret
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.