TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjelaskan beberapa persiapan untuk menghadapi ancaman resesi global 2023. Menurut dia, yang terpenting adalah menyiapkan rantai pasok dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Yang terpenting, menyiapkan rantai pasok dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk menghadapi potensi resesi global tahun depan,” ujar dia di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Menurut Sandiaga, pihaknya juga menunggu penyesuaian dengan penambahan jumlah penerbangan dan ketersediaan kursi. Selain itu, kata dia, yang harus diperkuat adalah usaha mikro kecil menengah atau UMKM, karena yang dikhawatirkan adalah dari sisi lapangan kerja.
“Inflasi sudah mulai bisa kita atasi tahun ini tapi tahun depan resesi kita harus bergandengan tangan untuk bisa men-support UMKM,” kata dia.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu juga mengatakan bahwa harga bahan bakar pesawat atau avtur sudah melandai. Dia berharap harga tiket pesawat bisa lebih terjangkau mulai liburan akhir tahun ini.
“Alhamdulillah ini harga avtur sudah mulai melandai, kita harapkan di akhir tahun masa liburan ini tiket pesawat akan mulai mudah-mudah lebih terjangkau,” kata dia.
Sementara Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperkirakan ancaman resesi global tahun depan akan berdampak pada beberapa sektor. Selain itu sektor keuangan, kata dia, resesi itu juga akan mempengaruhi sektor logistik khususnya impor.
“Menurut saya yang terpengaruh ya sektor-sektor yang kemungkinan menggunakan bahan baku impor cukup tinggi begitu,” ujar Tauhid melalui sambungan telepon pada Selasa, 27 September 2022.
Dia mencontohkan sektor industri yang akan luar biasa tertekan adalah yang bahan bakunya dari luar negeri. Pasalnya, dengan ketergantungan atas produk impor dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga di atas Rp 15.000, cukup berat bagi industri tersebut. “Itu yang saya kira cukup berat,” kata dia.
Selain itu, Tauhid menyebutkan, tingginya harga minyak dunia di atas US$ 90 per barel turut berpengaruh ke sektor logistik, seperti transportasi udara—sektor-sektor yang haus BBM—dan transportasi lainnya. “Yang paling kena ya pasti sektor pariwisata. Karena biaya transportasi dan logistiknya tinggi,” ucap dia.
Baca Juga: OPEC+ Pangkas Produksi 2 Juta Barel, Airlangga: Berpengaruh ke Subsidi Energi RI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.