TEMPO.CO, Jakarta - Pengemudi transportasi online menanggapi pertanyataan pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai ojek online atau ojol sebagai bisnis gagal. Sekretaris Jenderal Perkumpulan Armada Sewa (PAS) Indonesia Wiwit Sudarsono sepakat dengan Djoko karena saat ini pendapatan pengemudi terus turun.
Menurut Wiwit penyebab terbesar dari penurunan pendapatan adalah tidak dibatasinya jumlah pengemudi ojek online, permintaan dan penawaran sistem ojek online pun tidak dijaga oleh aplikator. Aplikator saat ini hanya memikirkan keuntungan semata dari semakin banyak pelanggan yang men-download aplikasi ojol.
“Semakin banyak yang menyalakan aplikasi, maka semakin banyak keuntungan penggunaan data yang di dapat dari provider,” ujar Wiwit saat dihubungi pada Senin malam, 10 Oktober 2022.
Baca: MTI Sebut Ojol Bisnis Gagal: Driver Tak Punya Hari Libur dan Jaminan Kesehatan
Faktor lain yang membuat ojol gagal sebagai bisnis, kata Wiwit, karena besarnya tarif ojol akibat biaya jasa sewa aplikasi yang berkisar Rp 4.000-an yang harus dibayarkan oleh penumpang. Padahal pendapatan pengemudi ojol juga dipotong 20 persen oleh aplikator.
“Hal ini memang berbeda dari tahun 2016. Saat itu tidak ada biaya jasa sewa aplikasi yang dibebankan kepada penumpang dan potongan aplikator juga tidak sampai 20 persen,” ucap dia.
Ia lalu memberi contoh transaksi yang terjadi pada Rabu, 5 Oktober 2022. Dalam gambar yang diberikan kepada Tempo, terlihat pendapatan bersih pengemudi ojol hanya Rp 14.400 dari transaksi tangihan tunai sebesar Rp 23.000. “Bisa dilihat, di sini berapa potongan yang dilakukan oleh aplikator setiap order, 30 persen lebih kan potongannya,” kata dia.
Senada dengan Wiwit, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati juga sepakat dengan pernyataan Djoko. Dia mengatakan bahwa ojol adalah bisnis yang gagal dalam mensejahterakan para pengemudi ojol.
“Hal ini tidak terlepas dari kegagalan negara dalam mengawasi perusahaan angkutan online/ aplikator yang kerap kali melanggar hukum,” tutur dia.
Tarif ojol baru yang diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 dinilainya seperti macan ompong. Karena aplikator melanggar aturan maksimal potongan aplikator yang ditetapkan 15 persen.
Selanjutnya: Aprlikator secara sepihak memotong pendapatan pengemudi ojol 20-40 persen.