TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Wahyu Agung Nugroho mengungkapkan, intervensi BI untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini tak harus banyak memakan cadangan devisa.
Menurut Wahyu, hal tersebut karena Bank Indonesia kini memiliki instrumen intervensi melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar valuta asing domestik yang itu menggunakan rupiah sebagai alat intervensinya, bukan lagi menggunakan dolar seperti intervensi di pasar spot.
"Ini salah satu keunggulan DNDF. Jadi tak bedampak ke cadev dan lebih ke arah pembentukan ekspektasi nilai ke depan," kata Wahyu.
Dengan adanya transaksi DNDF di pasar valuta asing domestik, diharapkan dapat memberikan keyakinan bagi pelaku pasar, baik eksportir dan importir maupun investor asing yang memiliki aset Rupiah, untuk melakukan lindung nilai atas risiko nilai tukar. Selain itu, dengan kebijakan ini diharapkan juga dapat mengurangi tekanan pada pasar spot.
Mekanisme DNDF telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/ 10 /PBI/2018 Tentang Transaksi Domestik Non-Deliverable Forward sejak 2018 lalu. Dengan DNDF bank sentral akan melakukan lelang terhadap perbankan untuk melihat ekspektasi pergerakan rupiah ke depan.
Jika nantinya penawaran dari besaran kurs rupiah dari yang telah diajukan perbankan sudah ada yang dimenangkan sesuai dengan ekspektasi yang dimiliki Bank Indonesia, maka ketika kurs tersebut realisasinya melampaui kesepakatan, BI tinggal membayar selisihnya dengan mata uang rupiah.
"Jadi saya berikan selisihnya berapa dalam bentuk rupiah sehingga dia tidak berpengaruh ke cadev," ucap Wahyu.
Dengan cara itu, Wahyu mengatakan, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2022 masih tetap tinggi sebesar US$ 132,2 miliar, relatif stabil dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2022 yang juga sebesar US$ 132,2 miliar.
Perkembangan posisi cadangan devisa pada Agustus 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, penerimaan devisa migas, di tengah kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Dengan konteks begitu bahwa cadev yang US$ 132 miliar lebih rendah dari akhir tahun kemarin tidak hanya untuk stabilisasi nilai tukar rupiah tapi juga untuk bayar utang dan bunganya yang jatuh tempo milik pemeintah," ucap dia.
Baca: Kedubes AS di RI Buka Lowongan Kerja untuk 13 Posisi, Gaji Berkisar Rp 96 Juta - 745 Juta per Tahun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.