TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berujar kebijakan Bank Sentral di seluruh dunia dalam menaikkan suku bunga secara agresif adalah upaya mendinginkan pemanasan inflasi yang sudah terlalu tinggi. Saat ini, sejumlah negara menghadapi risiko ledakan inflasi karena meningkatnya harga komoditas pangan hingga energi.
"Inflasi menjadi musuh terbesar dunia sekarang," ujarnya melalui keterangan tertulis pada Kamis, 29 September 2022.
Ia menyebutkan inflasi Indonesia masih berada di level 4 hingga 5 persen. Namun, inflasi di berbagai negara maju sudah berada di kisaran 8 sampai 10 persen. Sebagai langkah menanggulangi dampak inflasi dan tetap menjaga daya beli masyarakat, ia telah menyiapkan tiga upaya. Berikut ini rinciannya.
1. Penggunaan belanja tidak terduga dalam rangka pengendalian inflasi di daerah
Airlangga mengatakan menteri dalam negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 500/4825/SJ Tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi Di Daerah. Daerah diarahkan untuk menjaga keterjangkauan harga dan daya beli masyarakat. Selain itu pemerintah daerah juga perlu menjaga kelancaran distribusi seperti subsidi ongkos angkut dan transportasi. Ditambah, pengendalian kestabilan harga pangan dan ketersediaan bahan pangan terutama dengan, serta memberikan bantuan sosial untuk masyarakat yang rentan terhadap dampak inflasi di masing-masing daerah.
2. Dukungan pemerintah daerah sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil)
Ia menjelaskan untuk mengantisipasi dampak inflasi setelah dilakukan penyesuaian harga BBM, pemerintah mengeluarkan kebijakan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022 yang ditetapkan tanggal 5 September 2022.
Total alokasi dana mencapai Rp 2,17 triliun. Belanja wajib perlindungan sosial antara lain digunakan untuk:
a. Pemberian bantuan sosial, termasuk untuk ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan.
b. Penciptaan lapangan kerja, dan/atau
c. Pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum daerah. Dimana pemberian subsidi ini adalah merupakan bagian dari upaya pengendalian inflasi pada tingkat pemda.
3. Pengalokasian Dana Insentif Daerah (DID)
Sebagai bentuk apresiasi bagi pemerintah daerah yang berhasil menekan/mengendalikan inflasi, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.07/2022, pemerintah akan menganugerahkan penghargaan berupa Dana Insentif Daerah kepada Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Penilaian dititik beratkan pada kinerja Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Inflasi, yang dihitung berdasarkan realisasi inflasi Mei hingga Agustus 2022.
Terdapat sepuluh provinsi, 15 kabupaten, dan 15 kota yang berhasil mendapatkan alokasi Dana Insentif Daerah, yaitu Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Yogyakarta, Banten, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. DID kategori kinerja penurunan inflasi disalurkan pada bulan September dengan alokasi berkisar Rp 10 miliar per daerah penerima.
Airlangga menegaskan DID Kinerja Tahun Berjalan wajib digunakan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah. Di antaranya untim program perlindungan sosial, dukungan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, DID juga harus dialokasikan dalam rangka upaya penurunan tingkat inflasi dengan memperhatikan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan serta penyandang disabilitas.
"Melalui Dana Insentif Daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat terus memacu kinerjanya dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional, termasuk pengendalian inflasi," ujar Airlangga.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Menko Airlangga Klaim Hilirisasi Pertanian Berhasil Naikkan Nilai Ekspor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini