TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai sentimen negatif yang akan merembet ke perekonomian global dari krisis Inggris yang semakin berat. Meski begitu, dia memastikan ekonomi Indonesia masih kuat menghadapi dampak itu.
Sri Mulyani menilai kondisi tekanan ekonomi yang dialami Inggris sejauh ini lebih disebabkan kebijakan pemerintahannya. Kebijakan yang dimaksud seperti pemerintah yang memanfaatkan instrumen fiskalnya untuk memberikan insentif pajak di saat otoritas moneternya memperketat tren suku bunga acuan.
"Itu lebih spesifik karena policy mereka sendiri, tetapi juga bisa memengaruhi sentimen karena kejadiannya berurutan dengan pada saat Federal Reserve di AS menaikkan (bunga) 75 basis poin. Jadi itu menimbulkan kombinasi dua sentimen yang men-drive selama seminggu ini," kata dia di kawasan Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis, 29 September 2022.
Namun Sri Mulyani memastikan kondisi itu tidak membuat dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi, pemerintah akan terus menjaga konsistensi kebijakan konsolidasi fiskal guna menjaga kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Dengan kondisi APBN yang sehat, ditopang penerimaan negara yang masih tumbuh tinggi, belanja negara yang digelontorkan secara hati-hati, serta penerbitan dari surat berharga yang jauh lebih rendah, Sri Mulyani yakin, perekonomian Indonesia tidak akan seperti Inggris.
"Sehingga issuance 40 persen menurun sangat tajam. Ini juga menempatkan kita dalam posisi tidak terlalu vulnerable terhadap gejolak yang tadi akibat berbagai sentimen," kata Sri.
Mengacu pada data dari peneliti pasar NielsenIQ yang dilansir Reuters pada Rabu lalu, sekitar 57 persen konsumen Inggris sangat atau sedang terkena dampak krisis biaya hidup sejauh ini. Dalam tiga bulan angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi 76 persen.
Warga Inggris menghadapi inflasi yang mencapai 9,9 persen pada Agustus dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut tahun ini, sebagian besar didorong oleh lonjakan harga energi.
Anak-anak sekolah di Inggris dilaporkan menderita kekurangan makanan di tengah krisis biaya hidup di negara tersebut. Beberapa dari mereka bahkan disebut bersembunyi di taman bermain karena mereka tidak mampu membeli makan siang akibat krisis ekonomi Inggris.
Seperti dikutip Tribune The Express, badan amal Chefs in Schools sudah menyusun laporan dan laporan itu akan diterbitkan pada bulan depan. Kelompok Chefs in Schools fokus pada kampanye makan sehat dan pelatihan koki untuk bekerja di dapur sekolah.
Badan amal itu mendapat laporan dari satu sekolah di London tenggara, seorang anak "berpura-pura makan dari kotak makan yang kosong" karena mereka tidak ingin teman-temannya tahu bahwa mereka tidak memiliki makanan di rumah.
Inti dari krisis kemiskinan pangan di sekolah adalah dua masalah: yang pertama adalah anggaran sekolah dan yang mengalami tekanan karena biaya energi yang meningkat. Kedua adalah kelayakan untuk mendapatkan makanan sekolah gratis.
Dilansir dari Bloomberg, dalam sepekan sejak pemerintah mengumumkan pemotongan pajak terbesar sejak 1972, nilai poundsterling telah jatuh ke level terendah yang pernah ada terhadap dolar AS.
"Yang terjadi di Inggris, nilai tukar yang jatuh sampai 20 persen untuk poundsterling, itu karena APBN menjadi shock producer. Situasi yang kita hadapi ini memang harus disikapi hati-hati, fleksibel tapi tetap akuntabel," ujar Sri Mulyani.
Baca: Jokowi Sebut RI Hadapi Tantangan Berat Ekonomi Global: Bukan Barang Gampang, Tapi...
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.