Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menyampaikan pihaknya telah diundang oleh Ombudsman karena telah menyusun kajian terkait impor pangan.
“Kami sudah sampaikan hasilnya kepada Menteri Pertanian pada Maret 2022, salah satu hasilnya bahwa RIPH perlu perbaikan," kata dia. Musababnya, ada Undang-undang Cipta Kerja. Rekomendasi hasil kajian itu adalah memasukkan hortikultura ke dalam Neraca Komoditas mulai tahun 2022
Neraca Komoditas merupakan sebuah sistem nasional data dan informasi yang akan menjadi referensi utama dalam pengambilan kebijakan terkait ekspor dan impor. Pahala melanjutkan, mestinya mulai Juni 2022 sudah mulai ada struktur nyata terkait produk hortikultura masuk ke Neraca Komoditas untuk disetor kepada Kemenko Bidang Perekonomian.
Menurut Pahala, dengan masuknya hortikultura ke dalam Neraca Komoditas maka peran Kementerian Pertanian akan semakin kuat dalam kontrol kualitas dan keamanan pangan hingga fungsi pengawasannya. Pahala juga mengapresiasi Ombudsman yang merespons laporan masyarakat dengan cepat. Kasus ini menurutnya, merupakan pengingat agar Neraca Komoditas segera diwujudkan.
Sementara itu, Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto mrngakui adanya beberapa regulasi yang belum harmonis. Ia berjanji Kementan akan menindaklanjuti LAHP Ombudsman tersebut. “Kami dari Ditjen Hortikultura yang mendapatkan mandat dari Menteri Pertanian untuk menerbitkan dan menolak RIPH, siap bergandengan dengan Ombudsman dan Deputi Pencegahan KPK. Agar ke depan tidak terjadi lagi misinterpretasi, supaya lingkungan usaha tidak terganggu,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 9 September 2022 Ombudsman menerima laporan masyarakat dari para pelaku usaha (importir), yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Badan Karantina Pertanian dengan alasan tidak memiliki RIPH di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan. Padahal mereka sudah memiliki SPI dari Kementerian Perdagangan. Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
Dampak ditahannya produk impor hortikultura telah menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha. Selain itu, tertahannya produk tersebut, membuat pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan seperti biaya penumpukan, biaya listrik dan biaya demurrage di pelabuhan yang mencapai Rp 3,2 miliar.
Baca Juga: Ombudsman Minta Kemendag Hapus DMO, Zulkifli Hasan: Enggak Bisa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.