TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Indonesia akan kembali mengalami tren kenaikan inflasi pada September 2022. Ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM yang diumumkan pemerintah pada 3 September 2022.
Tapi, dia mengatakan, tren kenaikan inflasi itu hanya akan terjadi pada bulan ini saja setelah pada Agustus 2022 malah deflasi. Oleh sebab itu, Suahasil optimistis pada bulan berikutnya, yaitu pada Oktober 2022, inflasi akan kembali turun secara bulanan.
“Inflasi akan naik di bulan September ini, kita harapkan nanti secara month to month mulai turun di bulan Oktober, lalu kemudian di bulan November sudah balik ke pola normal bulanannya,” kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 12 Septembee 2022.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia pada pekan ke-2 September 2022, inflasi pada bulan ini memang diperkirakan akan terjadi, dan angkanya mencapai 0,77 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Angka ini naik dari kondisi Agustus 2022 yang malah deflasi 0,21 persen.
Komoditas utama penyumbang inflasi September 2022 sampai dengan minggu kedua menurut survei BI itu yakni bensin sebesar 0,66 persen mtm, telur ayam ras 0,03 persen, beras dan tarif angkutan dalam kota masing-masing 0,02, persen, serta tarif angkutan antar kota, rokok kretek filter, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT) masing-masing 0,01 persen.
Baca Juga:
Suahasil mengatakan dengan potensi tren inflasi September 2022 yang akan lebih besar dari inflasi Juli 2022 sebesar 0,64 persen, dan kembali turun pada bulan-bulan berikutnya, tidak akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertekan hingga akhir 2022.
Ia meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan terpengaruh dengan inflasi dan tetap akan tumbuh di kisaran 5,1 persen hingga 5,4 persen. Menurut Suahasil, ini disebabkan fakta dilapangan bahwa aktivitas atau kegiatan ekonomi masyarakat masih terjadi meski inflasi naik akibat BBM.
“Kenapa pertumbuhan ekonomi enggak tersentuh? Karena walaupun harganya naik, tapi kegiatan ekonomi ini lagi maju bangeut. Makanya orang tetap melakukan kegiatan ekonomi. Moga-moga enggak terpengaruh secara terlalu signifikan," ucap dia.
Di sisi lain, Suahasil melanjutkan, pemerintah juga telah memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat miskin demi menghadapi kenaikan BBM itu. Bansos tambahan itu senilai Rp24,17 triliun dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).
Melalui bansos itu, Suahasil memastikan, kenaikan harga BBM dan inflasi secara umum yang biasanya menekan daya beli masyarakat dan meningkatkan angka kemiskinan akan bisa diredam. Menurutnya angka kemiskinan secara neto dapat turun sebesar 0,3 persen, dari baseline awal 9,3 persen menjadi 9 persen akibat bansos BBM.
“Estimasi angka kemiskinan itu akan turun sekitar 0,3 percentage point walaupun harga BBM-nya naik. Kenapa bisa begitu? Karena kita berikan bantalan sosial yang bisa meningkatkan daya beli,” ujar dia.
Bantalan sosial tambahan sebesar Rp24,17 triliun diberikan melalui BLT sebesar Rp12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan, dan dukungan Pemerintah Daerah 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp2,17 triliun.
Baca Juga: Sri Mulyani Akan Urai Gangguan Rantai Pasok Pangan Untuk Tekan Inflasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini