TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan menemukan potensi kurang bayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 3 triliun pada 2020 untuk sektor sumber daya alam. Dari jumlah itu, sekitar Rp 2 triliun piutang negara telah disetor ke kas negara.
Adapun temuan tersebut teridentifikasi saat Direktorat Jenderal Pajak bersama Direktorat Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Anggaran melakukan joint analysis. "Sisanya masih dalam proses verifikasi dengan Kementerian ESDM untuk kita tagih saat itu,” ujar Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kurnia Chairi dalam konferensi pers virtual, Kamis, 4 Juli 2022.
Chairi melanjutkan, dari joint analysis yang dilakukan pada 2022, Kementerian Keuangan masih memproses sekitar 800 lebih wajib bayar di tiga direktorat tersebut. Kurnia menuturkan dengan joint analysis tersebut, Kementerian dapat memantau kepatuhan wajib bayar.
“Apakah barangnya dilakukan ekspor dengan jumlah yang sama atau tidak, itu bisa ditelusuri. Sehingga nanti bisa kita dapatkan ada tidak secara proper melaksanakan itu. Nilainya belum bisa kita sebutkan,” kata dia.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga telah mengembangkan Ssitem Informasi Monitoring Barang Milik Negara atau Simbara. Dengan sistem ini, Kementerian dapat mendeteksi setoran ooleh wajib bayar melalui nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).
“Simbara terus dikembangkan untuk pencegahan lebih lanjut, dan tidak semata-mata melakukan pengukuran dengan nilai uang yang berhasil didapatkan,” tutur Kurnia.
Selanjutnya, Kementrian Keuangan juga bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pemeriksaan atas sasaran wajib bayar yang sama. Ada sekitar lima wajib bayar yang saat ini sedang diperiksa bersama antara DJP, DJBC, dan BPKP di sektor mineral dan batu bara. “Mudah-mudahan hasilnya nanti bisa kita umumkan kalau sudah proper.”
Tak hanya itu, Kementerian Keuangan menemukan ada tunggakan PNBP untuk penggunaan hutan senilai RP 3 triliun. Sekitar Rp 1 triliun di antaranya telah teridentifikasi dari 112 perusahaan yang masih aktif melakukan produksi dan membayar royalti.
Pihak Kemenkeu, kata dia, sudah beberapa kali memberikan teguran kepada perusahaan tersebut. “Sebagian akhirnya sudah melakukan penyetoran dari 112 mungkin berkurang menjadi 90-an karena sudah komitmen menyetor, karena akan dikenakan otomatic blocking system,” ucap Kurnia.
Baca juga: Banyak Negara Stop Ekspor Gandum, Jokowi Mulai Cetak 154 Ribu Hektare Lahan untuk Sorgum
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.