TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir meyakini kemungkinan resesi bagi Indonesia masih rendah. Menurutnya, Indonesia justru mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas secara global.
"Hal ini tercermin dari surplusnya neraca perdagangan selama 26 bulan berturut-turut," kata Iskandar saat dihubungi Tempo, Minggu, 17 Juli 2022.
Alasan lainnya, kata dia, Indonesia memiliki permintaan domestik yang sangat besar. Ditambah peningkatan ekspor berbagai komoditas. Ia pun memperkirakan perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi. "Sehingga kemungkinan resesi akan mendekati 5 persen," ujarnya.
Menurut Iskandar ketahanan ekspor Indonesia juga masih kuat. Ia menegaskan ekspor Indonesia meningkat dan cadangan devisa masih besar hingga cukup untuk lebih dari tujuh bulan impor. Adapun itu rasio utang luar negeri terhadap PDB, kata Iskandar, juga menunjukkan penurunan menjadi 36 persen.
"Kondisi tersebut sangat jauh lebih baik dibanding Sri Lanka. Kajian Bloomberg juga menunjukkan hasil yang sama dimana Indonesia masuk zona aman atau hijau," ucapnya.
Ia mengutip survey yang dirilis Bloomberg pada 6 Juli 2022. Publikasi yang berjudul Recession Risk Climbs for Some Asians Economies, Survey Show itu menunjukkan kemungkinan resesi Indonesia adalah tiga persen. Angka tersebut di bawah Filipina dengan kemungkinan resesi delapan persen dan Thailand sepuluh persen.
Adapun soal sinyal pemangkasan proyeksi ekonomi global oleh Dana Moneter Internasional (IMF) akibat situasi yang semakin tidak pasti dan berisiko tinggi, Iskandar mengatakan Indonesia justru akan mendapat dampak positif dari kebijakan tersebut.
Ia berujar perang Rusia dan Ukraina yang telah memperburuk pasokan energi dan pangan. Alhasil, inflasi meningkat pesat sehingga akan memperlambat pertumbuhan dunia. "Tapi Indonesia justru mendapatkan windfall dari kenaikan harga komoditas sehingga bisa mengendalikan harga pangan dan energi dari windfall itu," ujarnya.
Ia juga memperkirakan pertumbuhan tetap pada kisaran titik tengah 5,2 persen. Dan mengatakan tidak ada gejolak eksodus modal yang keluar. Ia juga mengklaim investasi asing langsung atau FDI juga masuk secara signifikan ke Indonesia.