Adanya tiga wabah penyakit itu ditunjukkan dari tiga keputusan Menteri Pertanian terkait. Pertama, Kepmentan No. 820 Tahun 2019 tentang Wabah Demam Babi Afrika (African
Swine Fever - ASF). Kedua, Kepmentan No 242 Tahun 2022 tentang wabah Penyakit Kulit Berbenjol (Lumphy Skin Disease - LSD). Ketiga, Kepmentan No 403 Tahun 2022, dan Kempentan No. 404 Tahun 2022 Tentang Wabah PMK di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Aceh.
Ketiga penyakit hewan menular tersebut yaitu ASF, LSD dan PMK, kata Yeka, adalah penyakit yang sangat merugikan industri peternakan di Indonesia. "Dalam waktu cepat sejak ditetapkannya wabah oleh Menteri penyakit tersebut menyebar ke provinsi lainnya dan pulau pulau lainnya," ucapnya.
Oleh karena itu, Ombudsman menyarankan Pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan dengan luar biasa dan tidak menolerir kelalaian Badan Karantina dalam memasukkan hewan dan produk hewan ke seluruh wilayah Indonesia.
Proses lalu lintas, menurut Yeka, seharusnya diperketat dengan kewaspadaan tinggi. Pemerintah pusat dan daerah juga harus memperkuat lembaga otoritas veteriner. "Alih alih diperkuat, banyak sekali pemerintah daerah yang menghapuskan Dinas Peternakan, dan tidak memiliki pejabat otoritas veteriner," kata Yeka.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengaku tak tahu sama sekali mengenai temuan Ombudsman soal masuknya PMK ke Indonesia pada tahun 2015.
"Kalau 2015 saya tidak tahu sama sekali kalau ada PMK. Logikanya kalau 2015 ada kasus PMK, maka sudah terjadi seperti saat ini. Karena virus PMK sangat cepat penyebarannya," ujar Nasrullah saat dihubungi, Kamis 14 Juli 2022.
Baca: Harga TBS Jeblok, Pengusaha Sawit: Sudah Banyak yang Konsultasi ke Rumah Sakit Jiwa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.