"Kami masih melihat neraca transaksi berjalan 2022 berpotensi mencatat surplus kecil sebesar 0,03 persen dari PDB dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di level 0,28 persen dari PDB," ujar Faisal dalam keterangan resmi.
Dalam analisisnya, defisit jasa juga diprediksi cenderung melebar seiring membaiknya impor (pengangkutan) dan mobilitas masyarakat (perjalanan). Selain itu, tren kenaikan sebagian besar harga komoditas juga mulai mereda di tengah kekhawatiran resesi global yang mengarah ke stagflasi. Hal tersebut berisiko melemahkan kinerja ekspor pada semester II tahun 2022.
Selain itu, Faisal memprediksi neraca keuangan akan menghadapi beberapa risiko penurunan yang mungkin menutupi potensi aliran masuknya selama periode pemulihan ekonomi. Risikonya termasuk gangguan rantai pasokan global yang semakin parah dan tekanan inflasi, yang berpotensi menghasilkan normalisasi moneter global yang lebih hawkish daripada yang diantisipasi.
"Hal tersebut telah memicu sentimen flight to quality atau risk-off di emerging market, termasuk Indonesia, khususnya di pasar obligasi pemerintah (capital outflow)," tutur Faisal menanggapi lebih jauh tentang neraca transaksi berjalan dan kaitannya dengan cadangan devisa.
HENDARTYO HANGGI | BISNIS
Baca: BUMN Salurkan CSR Lewat ACT, Stafsus Erick Thohir: Tak Ada Arahan dari Kementerian
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.