INFO BISNIS – Kementerian Pertanian terus melakukan penangangan pencegahan terhadap wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada ternak. Penyiapan tim medik veteriner juga menjadi fokus agar wabah tidak meluas.
"Kementerian Pertanian dan juga Kementerian Kesehatan sampai sekarang masih terus mengurangi risiko dari wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang sudah menyebar di beberapa wilayah di Indonesia," kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Wabah PMK telah menyebar ke 16 Provinsi yang mencakup 82 Kabupaten. Jumlah hewan ternak yang sakit terkena PMK sebanyak 20.723 ekor dari total yang terdampak sebanyak 5.454.454 ekor, populasi yang sembuh 6.898 ekor, populasi yang dipotong paksa karena terpapar PMK sebanyak 162 ekor dan yang mengalami kematian sebanyak 142 ekor.
“Guna membekali masyarakat serta petugas medik veteriner dan paramedik veteriner agar siap menghadapi PMK," ujar Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi.
Dedi menegaskan bahwa hewan yang terserang PMK adalah hewan berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. Adapun upaya yang telah dilakukan Kementan untuk menanggulangi penyebaran PMK dengan mendirikan crisis center atau posko, melakukan pengaturan lalu lintas ternak, pendistribusian obat, menyediakan vaksin, melaksanakan pelatihan dan memperluas jangkauan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) seputar kasus PMK.
"Selain itu, pemerintah telah membagi kawasan hewan ternak selama wabah PMK menjadi empat bagian, yakni daerah wabah, daerah tertular, daerah terduga, dan daerah bebas. Daerah wabah merupakan yang telah resmi ditetapkan mengalami wabah PMK oleh Kementerian Pertanian," tutur Dedi.
Adapun, daerah tertular merupakan daerah dengan hewan ternak yang telah terkonfirmasi terjangkit PMK melalui uji lab. Daerah terduga adalah daerah yang telah dilaporkan memiliki wabah PMK namun masih menunggu hasil uji lab, sedangkan daerah bebas adalah kawasan yang bebas dari wabah PMK.
"Kementan pun mengupayakan ketersediaan hewan kurban untuk Iduladha Tahun 2022 bukan berasal dari daerah zona merah atau terkonfirmasi PMK tetapi berasal dari zona hijau atau daerah bebas PMK dan dipastikan cukup," kata Dedi.
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit PMK, terdapat 3 kategori, yaitu Sah, Tidak Sah, dan Sedekah atau tidak memenuhi syarat untuk kurban.
Hukum hewan yang terpapar PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya tetap dianggap Sah sebagai hewan kurban.
Sedangkan hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, sehingga hukumnya tidak sah untuk dijadikan sebagai hewan kurban.
Hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tetapi sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan untuk berkurban (10 – 13 Dzulhijjah), maka hasil sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah dan tidak bisa dijadikan sebagai hewan kurban.
Drh. Rochmadiyanto, Drh. Budi, dan Taufik Mawaddani saat menjadi narasumber dalam “Bertani On Cloud (BOC) volume 181” memberikan informasi cara P4S Merapi Farm binaan Balai Besar Pelatihan dan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara menghadapi PMK Menjelang Iduladha.
Menurut mereka, peran aktif dari berbagai pihak diperlukan bagi pencegahan dan penanganan PMK. Juga dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan memadai agar paham langkah yang perlu dilakukan saat menghadapi hewan yang terkena PMK. (*)