TEMPO.CO, Jakarta - Pertamina dan Air Liquide Indonesia menjalin kerja sama untuk mengembangkan teknologi carbon capture and utilization (CCU) di Unit Pengolahan Kilang Balikpapan. Langkah ini diklaim sebagai komitmen Pertamina untuk mengimplementasikan aspek environment social and governance (ESG) serta mendukung penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan emisi net zero pada 2060 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021," kata Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury dalam keterangan tertulis, Selasa malam, 17 Mei 2022.
Beleid tersebut diterjemahkan dalam 48 aturan turunan. Beberapa aturan di antaranya sedang disusun, seperti national determined contribution (NDC) per sektor, carbon economic value, dan pajak karbon.
Adapun kesepakatan kerja sama itu diwujudkan dalam penandatanganan joint study agreement (JSA) oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Group CEO Air Liquide François Jackow di Paris, Prancis, Selasa, 17 Mei 2022. Pahala mengatakan Kementerian BUMN berkomitmen untuk memulai dekarbonisasi.
Kementerian, kata dia, secara aktif akan memimpin agenda dekarbonisasi dengan 3 pilar inisiatif, reduce end-to-end emission, build adjacent businesses, dan explore step-out opportunities. Menurut Pahala, inisiatif ini memiliki target agresif, yakni mengurangi 85 juta ton CO2e per tahun atau berkontribusi sebesar 10 persen terhadap NDC pada 2030.
“Penerapan teknologi CCUS dapat meningkatkan produksi minyak dan gas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan,” ujar Pahala.
Teknologi CCUS, Pahala menambahkan, memungkinkan kilang Pertamina membuat CO2 yang tersedia, baik untuk penyimpanan (CCS), penggunaan (CCU) maupun pengintegrasian sektor ini ke dalam ekonomi sirkular. Dalam kerangka JSA, Pertamina dan Air Liquide akan melakukan studi bersama penerapan teknologi penangkapan CO2 Syngas dan Flue Gas dari produksi Hidrogen di area Kilang Balikpapan.