Emisi CO2 yang telah ditangkap kemudian akan dikompresi dan dialirkan ke area penyimpanan CO2 yang potensial di cekungan Kutai, Kalimantan Timur, sebagai solusi untuk produksi hidrogen rendah karbon atau blue hydrogen. Sebagian CO2 juga akan dikonversi menjadi produk bernilai tambah Methanol, yang selanjutnya dapat dicampurkan dengan bahan bakar minyak untuk produksi bahan bakar rendah karbon.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan penerapan teknologi CCUS merupakan salah satu inisiatif untuk mengurangi emisi karbon dari fasilitas kilang Pertamina. Upaya ini sekaligus menjadi solusi peningkatan produksi migas di era transisi energi.
"Saat ini transisi energi merupakan isu prioritas. Pertamina telah memainkan peran penting dalam memimpin transisi industri energi Indonesia," ujar Nicke.
Pertamina, Nicke berujar, menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 30 persen dan meningkatkan bauran energi terbarukan dari 9,2 persen pada 2019 menjadi 17,7 persen pada 2030. Pada saat yang sama, Indonesia memegang Presidensi G20 dengan memprioritaskan transisi ke energi berkelanjutan sebagai salah satu isu utama.
Baca juga: Pertamina Susun Perkiraan Belanja Modal Bangun Infrastruktur Energi di IKN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini