TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, dari 1.118 pabrik sawit, saat ini sekitar 25 persen berhenti membeli tandan buah segar (TBS) dari petani.
"Ini terjadi setelah harga TBS petani anjlok 40 sampai 70 persen dari penetapan harga Dinas Perkebunan," tutur Gulat di depan kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian setelah melakukan unjuk rasa, Selasa, 17 Mei 2022.
Menurut Gulat, hal itu terjadi sejak larangan ekspor, 12 April lalu. Ia mengatakan, dampak larangan ekspor telah mengganggu sendi-sendi ekonomi petani sawit dan rantai ekonomi nasional.
Gulat menyebutkan, permasalahan terjadi sejak adanya gangguan pasokan minyak goreng sawit (MSG) domestik dan harga MSG curah yang tergolong mahal walaupun sudah disubsidi.
"Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi Rp 11,7 triliun sampai akhir April lalu," ujar Gulat.
Kerugian itu, kata Gulat, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui Bea Keluar, terkhusus Pungutan Ekspor di mana sejak April lalu sudah hilang Rp 3,5 triliun per bulan.
Gulat menyampaikan, presiden Joko Widodo harus meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya. "Karena berdampak langsung ke harga TBS sawit. Mohon lindungi 16 juta petani yang sudah terdampak kebijakan ini," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan larangan ekspor CPO akan kembali dievaluasi jika harga minyak goreng curah menyentuh harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.